Kisah Perang Teluk : Pilot Inggris Jadi Tawanan Iraq – HobbyMiliter.com – Angkatan Udara Kerajaan Inggris kehilangan enam fighter-bomber Tornado dalam aksinya terhadap sejumlah target di Irak. Salah satunya dirontokkan pada Hari Valentine 14 Februari 1991 dalam serangan terhadap pangkalan udara Al Taqaddam, dekat Baghdad. Dua peluru kendali SA-3 buatan Uni Soviet berhasii merontokkannya, berikut adalah ceritanya.
Sinar matahari mulai terbit di atas lapangan udara Muharraq, Bahrain saat Wing Commander John Broadbent sebagai pemimpin kekuatan serangan udara delapan Panavia Tornado dan empat Buccaneer lepas landas. Setiap Tornado menggotong dua 1.000 pon laser-guided bomb (LGB) sementara tiap Bucaneer diperlengkapi dengan Pave Spike designator pod untuk laser-mark target bagi bom yang bakal dilepas Tornado. Bucanner berfungsi sebagai spotter dan Tornado sebagai sniper pengeksekusi. Para awaknya sebelumnya di brief mengenai serangan pada sasaran HAS (hardened aircraft shelter) lapangan udara Al Taqaddam.
Tidak seperti sistem penjejak Pave Tack siang/malam pada pembom-tempur F-111F Aadvark, sistem Pave Spike pada Buccaneer, dirancang hanya bisa digunakan untuk serangan siang hari sehingga serangan udara direncanakan mulai pukul 08.40 pagi hari. Bersamaan dengan lepas landas pesawat-pesawat RAF (Royal Air Force/Angkatan Udara Kerajaan Inggris), Angkatan Udara Amerika Serikat mendukungnya dengan dua F-15C Eagle sebagai pengawal disertai dua F-4G Wild Weasel yang menggotong radar-homing missiles dan dua pesawat radar-jamming EF-111 Raven sebagai penempur elektronik.
Pesawat Tornado dan Buccaneer terbang pada ketinggian 20.000 kaki yang direncanakan tiba di atas sasaran, mendapatkan udara cerah tanpa awan meski pada ketinggian lebih rendah keadaannya hazy. Pangkalan udara Al Taqaddam Irak merupakan salah satu pangkalan udara yang sangat ketat pertahanannya. Namun pertahanan itu sudah mulai longgar pada waktu serangan ini sehubungan banyak sarang SAM seputar Al Taqaddam banyak menderita akibat gempuran-gempuran udara sebelumnya.
Formasi serangan utama terdiri dari tiga pesawat, dua Tornado didampingi oleh sebuah Buccaneer. Setelah melepas bom, kedua Tornado langsung melesat keluar dari daerah Al Taqaddam, sementara navigator pesawat Buccaneer tetap harus mengarahkan sinar laser Pave Spike pada sasaran HAS yang berupa hanggar hanggar beton yang dipilih sampai bom meledak pada sasaran-sasarannya. Sejumiah gempuran bom 1.000 pon pada atap HAS berjarak hanya beberapa kaki satu sama lainnya dan meledak hampir bersamaan, cukup untuk melubangi struktur bangunan kokoh itu dan merusak apapun yang berada dalam hanggar perlindungan tersebut.
Ditembak Rudal Anti Pesawat dan Eject!
Serangan bom terakhir akan dilaksanakan oleh Letnan Pnb Rupert Clark. Jalannya serangan udara berlangsung cukup normal hingga sekitar lima detik sebelum Clark tiba pada titik akan melepas bom. Pada saat itu tiba-tiba alat RHWR (Radar Homing Warning Receiver) pesawatnya menangkap signal radar kontrol peluru kendali musuh. Ia ragu sedikit untuk melanjutkan serangannya, apalagi alatnya tidak menerima signal lanjutan dari radar musuh sampai dia tiba pada titik melepas bom. Sebuah bom dilepas dengan mulus, tapi detik berikutnya semua berubah bagai kilat, menjadi neraka baginya.
Bom LGB kedua tidak mau lepas dari cantelannya meski navigator Letnan Udara Steven Hicks berusaha keras segala upaya —tetap saja masih nyantel. Detik berikutnya bulu roma Clark berdiri: “Dua rudal menuju sasaran!” RHWR Tornado jelas sekarang menunjukkan bahwa signal radar kendali misil musuh tadi ditujukan pada dirinya untuk mengarahkan rudal SAM kepada pesawat Rupert Clark. “Break left!” terdengar suara Hicks sambil melepas chaff. Clark menambah kecepatan, menurunkan manoeuvring flap kemudian membelok tajam.
Ia kemudian cerita pengalamannya itu: “Kami sedang terbang arah utara ketika terjadi ledakan besar dan saya merasakan gelombang ledakan itu mengena pesawat. Jelas kami terkena. Saya lalu berteriak kepada Steve ‘Are You OK?’ tapi tidak ada jawaban”. Rudal yang mengenainya adalah SA-3 Goa buatan Soviet, meledak beberapa kaki dari sisi kiri pesawat begitu proximity fusenya mendeteksi pesawat. Pecahannya menembus kulit pesawat menyebabkan kerusakan fatal bagi pesawat Clark.
Tekanan udara kokpit secara sendirinya berkurang bersamaan masuknya udara melalui lubang dua inci yang tiba-tiba muncul di sisi kiri kanopi di atas kepala Clark. Setelah mengamati sekitar kokpitnya, Clark baru menyadari betapa mujurnya dia terhindar dari luka parah. Pada instrumen pesawat, terlalu banyak lampu peringatan merah menyala untuk dapat dihitungnya. Reflector glass pada HUD (head-up display) sudah menghilang entah kemana. Pada panel instrumen tinggal dua tombol masih utuh, sementara hydraulic gauges menunjukkan angka nol.