Sejarah Perang Pattimura di Maluku Melawan Belanda – HobbyMiliter.com – Sejarah perang Pattimura di Maluku diawali dari diadakannya pertemuan rahasia oleh para pemuda bekas prajurit Inggris yang kemudian mendaulat Thomas Matulessy sebagai pemimpin mereka dalam melakukan perlawanan melawan Belanda. Thomas pun kemudian diberi gelar Pattimura sejak saat itu.
Dalam memimpin perlawanan kalangan rakyat Maluku tersebut, Pattimura berhasil melibatkan para pimpinan formal atau para raja saat itu di berbagai negeri untuk bergabung bersamanya melakukan perlawanan di tahun 1817.
Serikat Dagang Belanda atau VOC sejak merebut Pulau Ambon dari Portugis di tahun 1605 memutuskan untuk menjadikan beberapa pulau di Maluku Tengah menjadi sentra produksi cengkeh dunia agar dapat menguasai perdagangan cengkeh di Eropa sepenuhnya.
Dalam menjalankan rencananya tersebut, VOC membangun tatanan sosial yang teratur, rapi serta aman dengan menjadikan empat pulau sebagai daerah produsen cengkeh utama, yaitu Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Kepulauan tersebut disebut kepulauan Ambon-Lease dengan pemukiman yang dinamakan negeri diperintah oleh para penguasa atau raja secara turun temurun dengan kewajiban mempertahankan jatah produksi cengkeh di negeri mereka.
VOC juga membagi wilayah produksi secara administratif dalam beberapa karesidenan yang dikepalai seorang residen dengan diperlengkapi seperangkat staf sipil yang berkedudukan dalam benteng dan dikawal tentara VOC.
Demi mempertahankan sistem monopoli cengkeh tersebut, VOC membatasi perdagangan dari dan ke luar Maluku dengan berbagai cara, diantaranya dengan mewajibkan para pedagang untuk memiliki izin berlayar dari VOC jika ingin pergi untuk keperluan perdagangan. Tidak heran kalau saat itu orang asing hanya terkonsentrasi di Ambon, karena adanya pelarangan mereka hadir di negeri-negeri akibat kekuatiran VOC mereka akan memperdagangkan cengkeh secara gelap.
Monopoli VOC yang berlangsung sampai dua abad berakhir saat armada Inggris berhasil masuk kepulauan Maluku dan menggeser VOC di tahun 1796 dan bertahan sekitar 32 tahun, sekitar periode 1796 sampai 1802 dan 1810 sampai 1816. Namun dampaknya, baik secara politis, ekonomis maupun psikologis cukup besar, karena Inggris tidak menerapkan sistem monopoli Belanda.
Rakyat dibebaskan memilih ingin memelihara ataupun tidak memelihara kebun cengkeh mereka, serta para pejabat Inggris juga tidak menuntut mereka untuk membayar utang mereka pada VOC walaupun bersifat turun temurun. Para pedagang swasta bebas memperdagangkan hasil cengkeh mereka dan Inggris tidak melakukan pengawasan ketat seperti halnya VOC.
Inggris juga membentuk pasukan milisi yang terdiri dari 400 para pemuda berbagai negeri guna menjaga keamanan wilayah. Para pemuda tersebut diperlengkapi dengan seragam, senjata serta diberikan kepangkatan militer sesuai kecakapan dan kemampuan mereka. Sementara untuk mengasah keterampilan mereka, Inggris juga menyediakan berbagai macam latihan militer disertai berbagai cara berperang yang sederhana.