4 tahun kemudian di 1997, setahun sebelum pesanan F-16C/D proyek Peace Carvin II landing di Singapura, Singapura memesan lagi 12 F-16C/D lewat proyek Peace Carvin III. 12 Pesawat ini dimaksudkan untuk melengkapi detasemen latihan di Amerika dan tidak untuk dibawa pulang. Pesawat pertama dari pesanan ini diserahterimakan tahun 2000 dan bertugas di Cannon AFB, New Mexico.
Pesawat yang ditempatkan di Cannon AFB, New Mexico ini bertugas untuk melatih pilot pilot RSAF dalam mockup pertempuran sesungguhnya. Suatu yang sukar dilakukan di wilayah udara Singapura karena keterbatasan luas ruang udaranya. Dengan menyewa lahan latihan di Amerika dan beberapa negara lain, RSAF bisa menjamin kemampuan profesionalitas para penerbang dan ground supportnya.
Tahun 2000-an, keadaan ekonomi dunia membaik setelah dihantam krisis moneter global 1998. Begitu pula Singapura, setelah bertahan dari gempuran krisis ekonomi 1998, ekonomi pun meningkat. Akibatnya, pada tahun 2000 ini Singapura mengumumkan pembelian F-16 baru via prosedur FMS Amerika.
Jumlahnya kali ini 20 unit sekaligus. Seluruhnya adalah F-16D yang memiliki tempat duduk ganda. Dan sama seperti F-16D dari proyek Peace Carvin II sebelumnya, F-16D orderan baru ini juga dilengkapi dengan dorsal spinal dipunggung yang dibuat khusus sebagai rumah perangkat ECM canggih untuk keperluan peperangan elektronika.
Selain pembelian dengan skema FMS (Foreign Military Sales) Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Singapura juga membeli sejumlah F-16C/D dengan skema pembelian komersial langsung ke Lockheed Martin. Perbedaannya, pembelian dengan skema FMS memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan pembelian langsung secara komersial ke pabrik.
Awalnya, sejumlah F-16 bekas tim aerobatik Thunderbird disewakan ke RSAF untuk dijadikan pesawat latih, namun dengan adanya perang teluk, pengerahan armada untuk pegawasan NFZ, dan perang balkan, USAF tidak bisa memenuhi kontrak sewa tersebut. ke 12 pesawat tersebut ditarik dan diaktifkan kembali oleh USAF.
Akibatnya, Singapura terpaksa menyewa 12 pesawat brand new dari Lockheed Martin selama 2.5 tahun mulai dari 1997. Tampaknya, karena sudah cocok, akhirnya ke 12 pesawat tersebut dibeli dari pabrik dengan skema pembelian komersial dan ditempatkan di Luke AFB, Arizona sebagai detasemen latih. Tentu saja harganya lebih mahal dari pada yang menggunakan skema FMS.
jadi jangan malu kalo beli ngeteng.. yang penting komitmen nya… ?
Gak papa lah ngeteng, yg penting kan ntar lama2 punya 1 skuadron
Singapura memiliki kelebihan dibandingkan indonesia, selain memiliki ekonomi yang kuat mereka juga sekutu dekat USA, sehinhga segala proses modernisasi yang dilakukan berjalan mulus, serta selalu mendapatkan versi termodern yang bisa dijual.
itu kan sekarang.
Pas Peace Carvin II, ketika mereka beli beberapa F-16; kita mborong 40 hawk dengan harga satuan yg lebih mahal dari F-16 dia lho.. Seharga F-18 lah…
artinya saat itu ekonomi kita lebih baik bukan?
Versi yang mereka punya pun bukan termodern, kalah modern sama UAE. Mereka pun baru boleh beli AMRAAM setelah Malaysia punya R-77.
cek timeline nya deh 😀
singapur jg ngeteng tp program’y komitmen n’ kontinyu, kt khan kumat kumatan..
Kontinyu dan cuma satu di blok barat, kalau kita kan campuran blok tomur dan blok barat, ada plus minusnya