Salah satu kapal motor tersebut dipercayakan kepada John Lie untuk di komandani, yakni ML-366 yang berbobot 60 ton. Bersama kapalnya tersebut Beliau berhasil memasukkan sejumlah besar barang-barang kebutuhan rakyat dan senjata bagi pasukan gerilya di Sumatera. Saat melaksanakan misi yang oleh ABK ML-366 disebut “Mission Imposible” tersebut, di perairan Labuhan Bilik sempat dihampiri sebuah pesawat patroli maritim Belanda.
Kapal ini menyamar dengan mengibarkan bendera Inggris tersebut berhasil mengelabuhi awak pesawat Belanda dengan mengirim morse bahwa kapalnya tengah kandas. Situasi saat ini sangat menegangkan, dua awak pesawat Belanda (satu berkulit putih, satu berasal dari Maluku) tampak telah mengarahkan kanonnya ke posisi kapal John Lie. Namun kemungkinan karena kehabisan bahan bakar, akhirnya meninggalkan ML-366. Oleh pihak Syahbandar Rl di Labuhan Bilik, selanjutnya ML-366 diberi nama PPB 31 LB, namun ia menyebutnya: Outlaw.
Sejak saat itu keberhasilan demi keberhasilan dalam operasi menembus blokade sukses dilaksanakan olehnya dan awaknya dengan Outlaw mereka. Meskipun demikian, beberapa kali John Lie nyaris tertangkap bahkan nyaris tewas. Namun berkat kepiawaiannya ia berhasil meloloskan diri. Demikian pula ketika ia nyaris tertangkap tangan oleh pihak keamanan Inggris di Singapura. Berkat teknik diplomasinya ia berhasil lolos dari jerat hukum.
Salah satu trik yang sangat mengesankan, adalah ketika ia dihadang sebuah korvet Belanda di Selat Barambang saat baru saja keluar dari perairan Labuhan Bilik sekitar bulan Januari 1948 malam hari. Korvet Belanda kemudian menurunkan sebuah sekoci bemotor (motor sloep) yang bersenjata senapan mesin berat yang langsung mengejar Outlaw dengan menembakinya secara gencar.
Dengan melakukan manuver zig-zag, Outlaw berusaha meloloskan diri dengan keluar masuk di antara jaring-jaring penangkap ikan yang banyak ditebar di perairan tersebut. Taktik ini berhasil, sekoci Belanda tersangkut di jaring-jaring tersebut.
Kemudian kisah lainnya, ketika menjelang tahun 1949 Outlaw berlayar menuju Penang, dihadang oleh empat kapal perang Belanda di malam hari. Menyadari tidak mungkin meloloskan diri, John Lie memerintahkan awaknya untuk melepaskan sebuah drum solar yang diikat sebuah flash light dan menceburkannya ke laut. Trik sederhana namun jitu, kapal Belanda tertipu dan memilih mengepung decoy “kapal jadi-jadian” tersebut dan akhirnya Outlaw berhasil lolos.
Keberanian John Lie beserta seluruh awak Outlaw dalam mengoperasikan kapal di malam hari tanpa penerangan dan peralatan navigasi yang memadai, membuatnya dijuluki: The Black Speedboat oleh Radio BBC di Malaysia dan Singapura. Uniknya, BBC selalu menyiarkannya jika mendengar Outlaw berhasil mengecoh unsur-unsur patroli Belanda.
Kondisi kapal PPB 31 LB yang semakin uzur menyebabkan kapal itu diganti dengan kapal serupa yang lebih baru yakni PPB 58 LB pada 1948 yang olehnya kembali dinamai Outlaw. Seperti mengulang sukses seniornya, PPB 58 LB juga telah membangkitkan obsesi pihak Belanda yang menjulukinya “Kapal Misterius” karena tidak pernah tertangkap.
Jiwa patriotis John Lie tidak hanya sebatas melaksanakan tugasnya sebagai anggota ALRI, melainkan juga sebagai seorang diplomat tidak resmi. Ketika ada gosip yang dihembuskan intelijen Belanda dan Inggris, bahwa Outlaw merupakan kapal milik kelompok komunis Asia Tenggara, ia seketika membantahnya. Menurutnya, Outlaw merupakan kapal resmi ALRI dan berjuang demi kedaulatan negara Republik Indonesia.
Kemisteriusan Outlaw terkuak, ketika di Pelabuhan Phuket (Thailand), John Lie diwawancarai oleh wartawan Life Magazine: Roy Rowan. Wawancara tersebut kemudian dimuat dalam majalah Life edisi 26 Oktober 1949 dengan judul: Guns-And Bibles-Are Smuggled To Indonesia.
Petualangan John Lie dengan Outlaw-nya berakhir setelah tanggal 30 September 1949 ketika ia dminta menyerahkan jabatan komandan kapal kepada mantan komandan kapal Seagull Kapten O. P. Koesno, yang kemudian hari menjadi komandan KOPASKA pertama. Beliau kemudian menempati jabatan baru di Pos Hubungan Luar Negeri di Bangkok. Namun sayang, pada pelayaran pertamanya dengan komandan baru dibawah O. P. Koesno, Outlaw tertangkap Belanda.
Ketika tercapai pengakuan kedaulatan Rl oleh Belanda di akhir 1949, Beliau menerima penugasan baru sebagai komandan pertama kapal perang jenis korvet eks AL Belanda, yaitu Hr. Ms. Banda, yang diserahkan kepada ALRI awal tahun 1950.