Sunday, November 24, 2024
HomeBlog MiliterBiografiBiografi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda Dalam Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda Dalam Perang Jawa

Beberapa tokoh kharismatik yang bergabung dengan pasukan Diponegoro sebagai panglima perang antara lain adalah Kyai Madja, Raden Tumenggung Prawirodigdaya, SISKS Pakubuwono VI, Sentot Ali Basya Abdul Prawirodirdjo serta Kerta Pengalasan. Selain itu anggota keluarga Pangeran Diponegoro juga turut membantu seperti putranya Bagus Singlon atau Ki Sodewo yang melakukan peperangan di Kulonprogo dan Bagelen. Tidak ketinggalan dukungan dari para ulama seperti Kyai Imam Rafi’i dari Bagelen, Kyai Imam Nawawi dari Purwokerto, Kyai Hasan Bashori dari Banyumas, dan beberapa kyai lainnya.

Anggota pasukan Pangeran Diponegoro selain panglima perang adalah para pendamping yang disebut punakawan dan memiliki peran bergantian sebagai abdi pengiring, guru, penasihat, peracik obat, pembanyot, bahkan hingga penafsir mimpi. Beberapa diantaranya adalah Djoyosuroto, Banteng Wareng, Sahiman, Kasimun, serta Teplak.

Pemerintah Belanda pun tidak tinggal diam dan mengerahkan senjata andalan mereka dalam pertempuran frontal, yaitu pengerahan berbagai jenis pasukan, mulai dari infanteri, kavaleri hingga artileri.

Saat puncak peperangan berlangsung di tahun 1827, Belanda mengerahkan sampai lebih dari 23.000 serdadu. Kalau dilihat dari sudut pandang militer, perang ini merupakan perang pertama yang melibatkan semua metode perang modern, entah itu metode perang terbuka atau open warfare, maupun metode perang gerilya atau guerilla warfare dan diperlengkapi taktik perang urat syaraf atau psywar dan .berbagai kegiatan telik sandi atau spionase.

BACA JUGA :  Biografi Benny Moerdani: Sang Ahli Intelijen Militer Indonesia

Belanda bahkan menggelar sayembara dengan mengeluarkan maklumat pada tanggal 21 September 1829 yang menyebutkan bahwa siapapun yang menangkap Pangeran Diponegoro, entah dalam keadaan hidup maupun mati, akan diberikan hadiah sebesar 50.000 Gulden yang disertai juga dengan tanah serta penghormatan.

Pada tahun 1827 saat Gubernur Jenderal De Kock diangkat menjadi panglima Belanda, terjadi perubahan strategi dengan memakai strategi perbentengan atau Benteng Stelsel yang membatasi ruang gerak serta perang gerilya pasukan Pangeran Diponegoro. Strategi tersebut melibatkan pembangunan benteng berkawat duri saat pasukan Belanda berhasil merebut daerah kekuasaan pasukan Pangeran Diponegoro dan menghubungkan jarak antara benteng yang berdekatan dengan pasukan gerak cepat.

BACA JUGA :  Biografi Pierre Tendean: Ajudan Dari Jenderal AH Nasution

Menjelang akhir tahun 1828, perlawanan Pangeran Diponegoro kian melemah seiring penangkapan Kyai Madja selaku pemimpin spiritual pemberontakan mereka, disusul dengan penangkapan Sentot Prawirodirjo beserta pasukan di tanggal 16 Oktober 1828. Dan dilanjutkan dengan penangkapan istri Pangeran Diponegoro, R. A. Ratnaningsih dan putranya di tahun 14 Oktober 1829.

Kemudian selama bulan Ramadhan dari 25 Februari sampai 27 Maret 1830, Pangeran Diponegoro bertemu beberapa kali dengan De Kock di Magelang. Pada tanggal 25 Maret 1830, De Kock memberi perintah rahasia pada Letnan Kolonel Louis du Perron dan Mayor A. V. Michels untuk mempersiapkan militer guna menangkap Pangeran Diponegoro.

Hingga pada akhirnya bertepatan dengan Hari Idul Fitri yang jatuh tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock yang didampingi Residen Kedu Valck, Letkol Roest, Mayor F. V. H. A. de Stuers serta penerjemah bahasa Jawa, Kapten J. J, Roefs menemui Pangeran Diponegoro yang ditemani ketiga putranya, penasihat agama, dua punakawan, serta panglima Basah Kertanegara. Setelah perdebatan sengit Pangeran Diponegoro bersedia menyerahkan diri namun dengan syarat sisa anggota pasukannya dilepaskan.

BACA JUGA :  Rusia Hentikan Produksi Massal Pesawat Tempur Su25

Menurut biografi, Pangeran Diponegoro pun kemudian diasingkan ke Gedung Karesidenan Semarang di Unggalan dan setelah itu dibawa ke Batavia pada tanggal 5 April 1830 dengan memakai kapal Pollux dan tiba tanggal 11 April 1830. Sejak itu hingga tanggal 30 April 1830, Pangeran Diponegoro ditawan di Stadhuis yang kini dikenal sebagai Gedung Museum Fatahilah. Setelah itu beliau diasingkan ke Manado tanggal 3 Mei 1830 dan ditawan di Benteng Amsterdam bersama istri keenam, Tumenggung Dipasena dan istri beserta pengikut lain seperti Kertalaksana, Nyai Sotaruno, dan Banteng Wereng. Pada tahun 1834 Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Makassar dan ditawan di sana hingga tutup usia pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rotterdam.

Demikianlah biografi Pangeran Diponegoro, semoga semangat perjuangannya melawan pemerintah Belanda bisa menginspirasi generasi penerus agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan mereka.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

HHI Akan Bangun Enam Kapal OPV Baru Untuk AL Filipina

HHI Akan Bangun Enam Kapal OPV Baru Untuk AL Filipina

0
Hobbymiliter.com - HHI Akan Bangun Enam Kapal OPV Baru Untuk AL Filipina. Perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Hyundai Heavy Industries atau disingkat HHI,...