Setelah berkali-kali memanggil dan tak ada jawaban sama sekali, Letkol Heru kemudian mengumpat, “Sialan,” sambil berpaling ke belakang ke tempat para petinggi Komodor Leo Wattimena dan Mayjen Soeharto duduk.
Tak lama kemudian sosok yang paling ditakuti sekaligus disegani, Leo Wattimena maju sambil berteriak marah. “Kok bisa communication failure, siapa yang pasang itu VHF,” ujar Leo sambil marah. Kapten Pratowo langsung menjawab, “Dari pihak teknik AURI Pak,” ujar Pratowo sambil melihat ke belakang dan tampak Letkol Heru berdiri di depan Komodor Leo dan di belakangnya lagi Mayjen Soeharto. Jelas para petinggi Komando Mandala sedang gelisah dan mencium adanya sesuatu yang tidak beres.
Komodor Leo kemudian berpaling kepada Mayjen Soeharto dan menggerutu dalam Bahasa Belanda, “Verdomme, klieren bij elkaar (kurang ajar pada goblok semua).” Letkol Heru dan Mayjen Soeharto lalu kembali ke kabin, sedangkan Komodor Leo yang juga merupakan pilot andal tetap berada di kokpit sehingga suasana jadi makin tegang.
“Sampai di mana ini,” tanya Leo dan langsung dijawab Kapten Pratowo bahwa posisi Convair saat itu sedang berada di atas Pulau Seram. Leo tampak berpikir sejenak lalu memberikan perintah, “Alter course (segera belok) ke arah selatan Merauke.”
Setengah jam kemudian Kapten Pratowo diperintahkan terbang kembali menuju ujung Pulau Seram dan selanjutnya melaksanakan holding. Sambil menunggu proses pendaratan, para kru melakukan monitor terhadap stasiun komunikasi Lanud Pattimura melalui radio. Kapten Pratowo tiba-tiba mendengar orang berkomunikasi dalam Bahasa Belanda, dan karena tidak mengerti, hasil monitoring segera diserahkan kepada Komodor Leo.
Ketika memasang headset di kepalanya dan kemudian menyimak, Leo tampak terkejut karena suara berbahasa Belanda itu berasal dari pilot tempur Belanda yang akan menyergap Convair. Leo pun langsung memberikan perintah. “Return to base, ini berarti pesawat Belanda sedang dekat posisi kita. Cepat turun sampai kira-kira 1.000 kaki di atas highest obstacle,” teriak Leo dan langsung dilaksanakan oleh Kapten Prawoto.
Demi menghindari kejaran pesawat Belanda, Kapten Parwoto terus membawa Convair menukik hingga ketinggian 3.000 kaki. Berkat sinar bulan, pulau-pulau di abeam Pattimura mulai tampak jelas dan tak berapa lama kemudian, Convair sudah memasuki Celah Timur Ambon.
Pesawat Nyaris ditembak
Untuk persiapan pendaratan, Kapten Pratowo kemudian menghubungi menara kontrol Lanud Ambon dan mendapat berita bahwa dua C-130 Hercules sedang siap-siap take off. Convair lalu diperintahkan holding di dekat Pulau Buru pada ketinggian 3.000 kaki sampai semua trafik di Lanud Pattimura kosong.
Tepat pukul 02.30, Convair pun mendarat selamat di Lanud Pattimura dan para kru Convair segera bersiap untuk briefing. Sampai di depan pintu ruang briefing, Kapten Parwoto ditahan oleh Kolonel Saleh Basarah sambil berkata, “Sekarang sebaiknya istirahat dulu. Nanti jam 7 siap berangkat lagi ke Amahai. Pak Harto mau ke sana,” ujar Saleh Basarah dan langsung dijawab oleh Kapten Pratowo, “Siap Pak!”
Semua kru Convair memang butuh istirahat setelah semalaman terbang dan nyaris disergap pesawat tempur Belanda. Setelah istirahat, semua kru dan para penumpang segera terbang menuju Amahai dan tiba di lokasi pada pukul 07.30 WIT.
Ketika bertemu sejumlah kru pesawat lain yang sedang berada di Amahai, Kapten Pratowo dibuat terkejut karena salah satu pesawat AURI tadi malam ditembak jatuh Neptune Belanda ketika sedang mengantar pasukan infiltran dan masuk laut. Mujur semua kru selamat dan menjadi tawanan perang. Dan setelah Operasi Trikora selesai, kru Dakota AURI yang ditembak jatuh Belanda itu, kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Kapten Pratowo akhirnya sadar jika semalam Komodor Leo tidak segera mengambil alih kendali pesawat dan secepatnya terbang menuju Lanud Pattimura, bisa saja Convair yang sedang membawa para petinggi Komando Operasi Trikora jadi korbannya.
Sekitar pukul 10.00 WIT, Convair mendarat lagi di Lanud Pattimura untuk istirahat dan standby for duty call. Semua awak Convair akhirnya bergembira sewaktu esok harinya mereka diizinkan pulang ke Jakarta dan tiba di Lanud Halim Perdanakusuma dengan selamat. Semua kru segera melapor ke Perwira Operasi Halim, Letkol (Pnb) Rusmin Nuryadin yang kelak akan menjabat Menteri Perhubungan RI.
Rusmin Nuryadin ternyata memberikan ucapan selamat sambil memberi tahu bahwa Convair ternyata telah lolos dari sergapan pesawat Neptune ketika terbang di atas Pulau Ceram.
Kapten Pratowo mengangguk dan sekaligus mengiyakan peristiwa yang nyaris merenggut nyawa para petinggi Komando Mandala Operasi Trikora, khususnya Mayjen Soeharto. Jika Convair tertembak jatuh dan masuk laut, sejarah Operasi Pembebasan Irian Barat dan perjalanan bangsa Indonesia pasti tidak berlangsung seperti sekarang ini.