Melalui proses modernisasi, MiG-31 BM juga berubah wujud. Tidak hanya sebagai pesawat murni pencegat (interceptor), namun menjadi pesawat tempur multi-role atau mampu melaksanakan misi berbeda. Dalam hal ini MiG-31BM dilengkapi dengan rudal udara ke darat seperti rudal antiradiasi Kh-31A/P (AS-17 Krypton), Kh-25MP/MPU, Kh-29T, dan Kh-59. Demikian juga dengan bom pintar seperti KAB-500/1500 baik varian berpemandu televisi atau laser.
MiG-31 Foxhound juga dilengkapi dengan kanon internal GSh-6-23 enam laras kaliber 23mm 800 peluru. Kanon ini ditempatkan di bagian depan bawah pesawat dekat roda.
Varian ekspor MiG-31BM diberi kode MiG-31FE, seperti yang pernah ditawarkan Rusia kepada China, Irak, Libya, dan Aljazair. Tahun 2007 Rusia juga menyiapkan MiG-31E, versi ekspor ke Suriah yang diambil dari stok MiG-31BM lalu disesuaikan dengan kebutuhan Suriah. Sayang, ekspor tersebut tidak jadi karena kendala keuangan di Suriah.
MiG-31 Foxhound si Penerus Foxbat
Menilik sejarahnya, kelahiran MiG-31 Foxhound diawali dengan kehadiran MiG-25 Foxbat, si pesawat pencegat Soviet yang membuat panik AS karena mampu mengejar SR-71 yang berkecepatan Mach 3. MiG-25 Foxbat memiliki performa terbang sangat luar biasa dalam hal kecepatan (speed), ketinggian (altitude), serta kemampuan menanjak (climb). Dengan kecepatan maksimum mencapai Mach 3.2 jelas MiG-25 merupakan mesin perang pencegat yang menjadi ancaman besar bagi AS. Walaupun, dalam faktanya Soviet membatasi interceptor tersebut agar terbang maksimum Mach 2.83 saja. Hal ini agar radius tempur tidak berkurang. Karena bila terbang dengan kecepatan tertinggi, bahan bakar akan cepat habis, terlebih karena penggunaan mesin turbojet berafterburner. Selain itu struktur pesawat bisa cepat ambrol dan mesin akan cepat rusak.
Dengan sepasang mesin besar, MiG-31 mampu melakukan operasi pencegatan SR-71 BlackbirdSejatinya, sehebat-hebatnya sebuah karya manusia tentu masih ada saja titik lemahnya. Hal ini pula yang terjadi pada MiG-25. Pencegat ini memiliki kekurangan dalam hal manuver pada kecepatan intersepsi, serta susah diterbangkan pada kecepatan rendah. Ibaratnya, pesawat ini mampu menyeruduk cepat, tapi susah untuk dibelokkan. MiG-25 terbang cepat tapi tidak bisa diterbangkan pada ketinggian rendah. Terlebih pihak barat sudah mengetahui rahasia MiG-25 Foxbat ketika Viktor Balenko membelot dengan membawa MiG-25 nya, yang kemudian pesawat tersebut dikembalikan ke Soviet dalam kondisi terurai dan Soviet harus menanggung biaya pengirimannya.
Beranjak dari situlah, di masa puncak Perang Dingin Soviet kemudian membuat MiG-31 yang tidak lain merupakan interceptor baru melalui kajian-kajian kelemahan MiG-25. Dari segi ukuran MiG-31 lebih panjang, hal ini agar ada ruang untuk penambahan radar. Sebagian radar pada MiG-31 ditempatkan di atas dan bawah badan pesawat, sehingga mampu melihat target di atas dan di bawah. Radar juga dapat terintegrasi dengan Ground-Controlled Interception (GCI) di darat.
Bobot pesawat dikurangi dengan cara mengganti sebagian besar rangka baja nikel menjadi titanium. Berbeda dengan MiG-25, struktur MiG-31 lebih ringan namun lebih kokoh dan mampu digeber dalam kecepatan tinggi (Mach 1.23) pada ketinggian rendah. Demikian juga dengan kapasitas bahan bakar ditingkatkan serta lebih efisien dengan penggunaan mesin turbofan Aviadvigatel D30-6. Guna menambah radius tempur, sayap MiG-31 pun dirancang untuk bisa membawa droptank. Selain itu, beberapa varian dilengkapi air refueling probe agar pesawat bisa menyusu kepada tanker di udara.
Kerahasiaan desain dan kemampuan MiG-31 yang disimpan rapat-rapat pada era Perang Dingin oleh Soviet, sempat dibocorkan oleh Letnan Viktor Balenko, pilot MiG-25P yang membelot ke Jepang tahun 1976 dengan pesawatnya. Balenko membeberkan rahasia si “Super Foxbat” yang mampu mengintersep sebuah rudal. Namun berdasarkan testimoninya, ternyata apa yang di-gambarkan Balenko tidaklah mirip MiG-31. Ia misalnya mengatakan bahwa pesawat pencegat baru Soviet memiliki bentuk intake mirip MiG-
23 yang jelas amat beda jauh dengan bentuk intake MiG-31.