Bagi blok barat, hal ini adalah suatu mimpi yang jadi kenyataan. Jaman perang dingin masa itu, MiG-21 adalah pesawat nomer satu blok timur, dan Amerika Serikat sama sekali tidak punya petunjuk dan informasi apapun mengenai pesawat ini, bagaimana pesawat ini dibuat, apa dan bagaimana kelemahannya, dan senjata dan taktik seperti apa yang harus dikebangkan untuk menghadapinya. Sebuah silver bullet dari Soviet.
Adalah seorang Kapten Munir Radfa, pilot MiG-21 Angkatan Udara Irak, akhirnya berhasil dibujuk untuk menerbangkan MiG-21 Fishbednya ke Israel, dengan janji bahwa keluarganya akan dibawa keluar dari Irak ke Israel untuk menghindari pembalasan rezim setempat, dan bahwa dia akan diberikan uang sebesar USD 300.000 untuk memulai hidup baru di Israel.
Mossad pun segera melakukan perannya. Satu persatu anggota keluarga Kapten Redfa diselamatkan ke luar negeri dalam berbagai alibi. Segera setelah seluruh keluarganya di selundupkan dengan selamat, Kapten Redfa menunggu ditugaskan Angkatan Udara Irak untuk misi latihan penerbangan jarak jauh di gurun sebelah barat Irak, yang sesuai dengan rencananya, akan menjadi permulaan pembelotannya.
Kapten Munir Redfa sendiri, pilot MiG-21 tersebut, mengatakan, bahwa dia memutuskan untuk membelot ke Israel karena penyesalan dan rasa bersalah setelah beberapa kali melaksanakan misi penyerangan desa desa Kurdi dengan bom Napalm.
Namun sesungguhnya, membelotnya Kapten Munir Redfa bukanlah aksi spontan. Pembelotan tersebut adalah hasil operasi intelijen yang berani dan luar biasa yang dilakukan oleh Mossad, badan intelijen Israel. Untuk pertama kalinya, sebuah MiG-21 berhasil didapatkan dalam operasi intelijen ini.
Awal mula operasi ini adalah ketika di tahun 1965 Israel mendapat informasi bahwa Soviet mensupply Mesir , Suriah dan Irak dengan MiG-21. Jendral Ezer Weizman, Komandan Angkatan Udara Israel pun meradang. Dia mendesak Mossad untuk mendapatkan segala macam data tentang MiG-21, dan kalau bisa mendapatkan pesawat itu sendiri demi keunggulan Israel.
Di Irak, Mossad mempunyai asset. Adalah Yosef Shemes, pengusaha Yahudi yang juga kolaborator Mossad. Yossef ini menjalin hubungan dengan ipar Kapten Redfa. Kala itu, lewat Yosef, Mossad mendapat informasi bahwa Redfa tidak nyaman dalam posisinya di Angkatan Udara Irak. Beberapa misi memaksanya melakukan pembumihangusan desa desa Kurdi dan ketika itu karirnya pun sedang terhambat.