Ketiga, apabila terjadi kegawatan di luar perhitungan semula, cara terakhir yang akan ditempuh adalah menempuh jalan darat menuju titik temu di pantai Beirut – dengan sandi pantai “Roma” — selanjutnya dievakuasi lewat laut di bawah pengawalan satuan komando AL.
Operasi Gabungan Tiga Angkatan
Operation Gift sangat berarti bagi AB Israel. Itu sebabnya pihak AU dan AL juga turut mendukung pelaksanaan operasi. AU Israel (H’yael Ha’Avir) menyediakan delapan buah heli SA-341K Super Frelon buatan Perancis sebagai sarana angkut utama. Dua diantaranya sebagai cadangan.
Komandan skadron heli AU, Letkol Eliezer “Cheetah” Cohen juga menggelar delapan buah heli Bell 205 yang dimodifikasi bersenjata buatan AS (satu diantaranya sebagai cadangan). Lima unit untuk mengamankan proses evakuasi (jika armada Super Frelon diserang). Satu unit akan dijadikan pos komando aju tempat Brigjen Eitan bermarkas. Sedang satu lagi untuk mengangkut perangkat transmisi komunikasi.
Letkol Cohen akan berada di salah satu Bell 205 didampingi perwira pasukan para, mekanik udara, dan tenaga paramedis. Bersama satu buah Bell 205 lainnya, Letkol Cohen juga kebagian “jatah” memblokade jalan-jalan menuju kawasan utara dan timur bandara mencegah datangnya bala bantuan AD Lebanon.
Selain Super Frelon dan Bell 205, AU Israel juga mengerahkan lima buah pesawat transpor jenis N-2501-IS Nord atlas (satu diantaranya sebagai cadangan) yang akan terbang berputar di atas Beirut. Dua Nord atlas bertugas menebar granat tabir asap di kawasan pemukiman sekitar bandara sekaligus mengangkut perangkat transmisi komunikasi.
Agar setiap saat Brigjen Eitan dapat berkomunikasi dengan Jendral Dayan, dua buah Boeing 707 berisi alat telekomunikasi canggih bersiaga di atas pesisir pantai Lebanon dikawal armada dua pesawat tempur terdiri dua A4 Skyhawk, empat Vatour III, dan setengah lusin Mirage IIIC.
Pihak AU ingin berjaga-jaga seandainya tiba-tiba muncul serangan AU Lebanon atau Suriah. Dimasa ini, israel belum punya pesawat Tempur buatan Amerika canggih karena baru saja bebas dari embarogo militer yang dijatuhkan Amerika sejak 1948, nyaris 20 tahun lamanya.
Seolah tak ingin ketinggalan, pihak AL (H’yael Ha’Yamin) bakal mengerahkan dua kapal patroli kelas Sa’ar yang dilengkapi peluru kendali Gabriel dan 13 perahu karet Zodiac plus satu peleton pasukan komando AL. Setelah menempuh pelayaran 3,5 jam tanpa henti, gugus tugas komando AL ini akan bersiaga di suatu tempat antara Tirus dan Sidon sekitar enam mil laut dari pantai “Roma” tepat pada jam “J” saat pelaksanaan operasi di darat. Kedua kapal patrolinya akan berlabuh sekitar 12 mil laut lepas pantai Beirut karena berada di luar jangkauan radar Lebanon. (Dalam prakteknya hanya satu kapal yang beraksi karena yang lain mesinnya ngadat).
Dalam rapat konsolidasi terakhir yang dihadiri seluruh anggota pasukan pelaksana kembali ditekankan bahwa sasaran hanyalah pesawat-pesawat dari negara pendukung organisasi. Pesawat lain tak boleh disentuh sedikit pun agar tidak berdampak timbulnya kecaman dunia intemasional.
Tiap pesawat akan dihancurkan dengan memasang dua paket bahan peledak pada roda pendarat. Satu di bawah hidung sementara lainnya di salah satu sayap. Ledakan diharapkan dapat melumpuhkan sekaligus membakar pesawat. Meskipun tiap pesawat bakal diledakkan terpisah, tapi bisa saja dipakai rangkaian paket bahan peledak dengan satu tombol bahan peledak guna melumatkan beberapa pesawat sekaligus.
Para anggota pasukan bebas memilih cara peledakan tergantung situasi dan kondisi di lapangan. Operasi diperhitungkan makan waktu sekitar 30 menit terhitung sejak heli Super Frelon pertama mendarat hingga heli terakhir angkat kaki dari lokasi.
Hari “H” ditetapkan Sabtu, 28 Desember 1968. Jam “J” semula direncanakan malam hari pukul 22.00 waktu Beirut, dan kemudian diusulkan dipercepat 45 menit. Alasannya, sekitar jam itu jumlah pesawat di bandara jauh lebih banyak dibandingkan pukul 22.00. Sehingga diharapkan hasilnya lebih maksimal.
Tanpa banyak tanya PM Israel segera menyetujui pelaksanaan operasi ii setelah Letjen Bar Lev memaparkan dengan rinci langkah-langkah yang bakal dilakukan sambil dibekali segudang data yang tersaji pada foto-foto hasil pemotretan udara terhadap sasaran.
Target Utama Operation Gift: Bandara Beirut Lebanon
Menjelang hari “H” Letjen Bar Lev terpaksa menolak ususlan pihak AU mengadakan pemotretan udara untuk memperoleh data situasi terakhir sasaran. Ia kuatir puhak Lebanon curiga sehingga unsur pendadakan operasi hilang. Akibat pilihan tersebut Brigjen Eitan dan anak buahnya terpaksa mengandalkan data yang terkumpul sebulan sebelumnya.
Agar anak buahnya tidak salah sasaran, selain mewajibkan seluruh pasukan untuk menghapalkannya, Brigjen Eitan juga membekali anak buahnya dengan kartu kecil bergambar sejumlah logo perusahaan penerbangan yang diincar. Eitan beralasan, dalam situasi tegang dan kacau akibat dikejar waktu yang sempit, anak buahnya bisa saja melakukan “kekhilafan” yang berakibat fatal bagi negaranya. Sedapat mungkin hal ini harus dicegah.
Gladi resik operasi dilakukan pada hari “H” sejak pagi hingga petang tanpa hanti bertempat di Bandara Lod yang saat ini dinamakan Ben Gurion. Banyak pihak menentang pilihan lokasi ini karena kuatir rahasia operation Gift bakal bocor ke masyarakat sebelum waktunya. Namun Brigjen Eitan tetap berkeras dengan pilihannya. Ia beralasan cara ini lebih praktis dan dapat disamarkan seolah kegiatan latihan anti terror rutin. Usai mandi keringat selama 10 jam, saat matahari terbenam seluruh anggota pasukan diistirahatkan dengan Brigjen Eitan segera melaporkan kesiapan pasukannya kepada Letjen Bar Lev.
Tepat pukul 20.00 Brigjen Eitan melakukan inspeksi terakhir menjelang keberangkatan. Seluruh anggota pasukan berseragam tempur lengkap dengan baret merahnya. Mereka menenteng senapan serbu buatan Soviet AK-47 kaliber 7,62 mm dan menggendong ransel hijau penuh bahan bakar. AK-47 dipilih karena jarak tembak efektifnya lebih baik dibanding pistol mitraliur Uzi kaliber 9 mm.
Tetapi bentuknya lebih ringkas dibandingkan senapan baku AB Israel kala itu, FN FAL kaliber 7,62 mm buatan Belgia. Plus, pasukan lawan juga mempergunakannya, sehingga jika harus tertahan, bisa menggunakan magazine dan amunisi dari pihak lawan.
Selain mengucapkan selamat jalan, Brigjen Eitan juga berujar, “Selalu pakai otakmu dan jaga diri baik-baik. Aku tak mau menyanyikan Radish untuk kalian!” Radish adalah lagu pengiring upacara kematian orang Yahudi.
Seluruh armada heli mulai bergerak meninggalkan Lanud Ramat David di kawasan Israel utara pukul 20.37. Suasana malam yang pekat mendadak riuh oleh suara mesin dan rotor heli. Penerbangan dari Ramat David ke Beirut bakal makan waktu 45 menit untuk Super Frelon dan 53 menit untuk Bell 205.