Ranpur sepuh Kavaleri TNI AD, Alvis Saracen juga masih berperan penting dalam operasi pemulihan keamanan di wilayah Aceh ini. Ranpur yang dibeli dari Inggris di jaman Presiden Soekarno ini, di tahun 2019 ini ternyata juga masih mengabdi di TNI AD. Di Aceh, ranpur ini sering mengawal konvoi travel dan logistik dari Medan ke Banda Aceh. Pengawalan diperlukan agar pasokan sembako dan angkutan umum tidak terganggu keamanannya.
Ketika melakukan penghadangan, anggota GAM tidak hanya menyerang dengan senjata ringan seperti senapan serbu AK47, AK74 dan M-16. Tetapi juga sudah menggunakan bom pipa yang ditanam sebagai IED di tepi jalan. Bom ini akan mengakibatkan kerusakan bagi kendaraan biasa yang tidak memiliki lapisan baja dan perlindungan terhadap ranjau.
Pasukan TNI mendirikan pos pos pemantauan di tepi jalan. Pos pos ini melakukan pemeriksaan dan pengamanan, sekaligus mempersempit gerak anggota GAM dalam melakukan aksinya. Tampak warga desa melewati pos TNI di tepi jalan. Pos ini juga menjadi tempat istirahat pasukan TNI yang melakukan patroli keamanan.
Di waktu senggangnya, sembari beristirahat anggota TNI harus merawat dan membersihkan senjatanya agar dapat berfungsi dengan baik selalu. Terutama agar tidak macet ketika digunakan dalam baku tembak jika terjadi kontak senjata dengan pasukan GAM. Senjata ini adalah istri pertama anggota TNI di dalam tugas.
Beginilah suasana di pos keamanan yang didirikan TNI. Antara pos pos ini dilakukan patroli rutin yang dilakukan secara random dan acak. Seringnya patroli antar pos ini mempersempit gerakan anggota GAM dan dapat memutus rantai logistik anggota GAM. Tampak rentengan peluru senapan mesin digantungkan di pos ini. Walaupun di daerah operasi, prajurit tidak mau ketinggalan informasi dengan tetap membaca berita koran.
Seorang komandan kendaraan tempur kavaleri dengan menggunakan binokular mengarahkan kendaraannya ke titik tertentu. Kendaraan tempur yang dimiliki TNI, walaupun jadul dan lawas, merupakan force multiplier bagi kekuatan TNI dalam melaksanakan operasi militer melawan GAM di daerah Aceh ini.
Untuk mengurangi korban akibat penghadangan terhadap kendaraan truk taktis TNI, maka anggota TNI di Aceh melakukan improvisasi terhadap truk pengangkut pasukannya. Biasanya dipasang lapisan baja tambahan dengan las manual, kemudian ditambahi batang batang kelapa sebagai tambahan armor. Walau sederhana, trik yang diaplikasikan dilapangan ini mampu mengurangi korban yang tertembak akibat penghadangan anggota GAM.
Glugu Armor ini banyak diaplikasikan di truk truk rantis TNI, pos pos keamanan serta tempat tempat lain yang sering mendapatkan gangguan keamanan dari GAM. Dari evaluasi terhadap pergerakan pasukan menggunakan rantis di Aceh, akhirnya TNI dan Pindad membangun APC Anoa 6×6 dengan melakukan reverse engineering terhadap ranpur VAB 4×4. Selain itu, TNI juga membentuk batalyon batalyon infantri mekanis.
Pasukan TNI bergegas turun dari kendaraan tempur untuk melayani kontak tembak yang diberikan oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka. Kendaraan lapis baja tersebut memberikan perlindungan terhadap serangan senjata kaliber kecil. Kendaraan tersebut juga dapat memberikan firepower tambahan dengan kanon dan senapan mesin berat yang dibawanya.
Penembak senapan mesin memberikan covering fire terhadap rekan pasukannya. Tembakan yang diberikan secara terus menerus dapat menekan lawan untuk menghentikan tembakannya dan membuat pasukan kawan bisa maju dan balas menembak lawan. Senapan mesin regu ini membuat sebuah pasukan mempunyai firepower berlipat dibandingkan dengan anggota GAM yang menjadi musuhnya.
Kini semuanya sudah selesai. Perjanjian Helsinki sudah ditandatangani dan point pointnya sudah dilaksanakan. Diantaranya, GAM menghentikan perlawananya, diterapkannya Syariat Islam dalam hukum daerah serta adanya partai lokal Aceh. Mari kita doakan agar damai senantiasa ada di NKRI ini.
Jika Pindad saat itu melakukan reverse engineering terhadap VAB menjadi Anoa 6×6, kapan dilakukan reverse engineering terhadap anti-tank rocket launcher (LRAC F1, PF-98, RPG-7), ATGM (Javelin), MANPADS (Igla, Stinger, RBS-70), truk angkut personel, dll? Semoga kemandirian alutsista semakin meningkat.