Oleh perancangnya, drone buatan Israel (namun dibeli “lewat” Filipina) ini diklaim menyandang TUAV (Tactitcal Unmanned Aerial Vehicle). Artinya dia mampu melakukan identitas taktis berdasarkan fungsinya sebagai eksekutor dari peran mata-mata, pengintaian udara, serta identifikasi target. Berbekal dengan kehebatan MALE, drone ini mampu melakukan pengintaian serta memata-matai secara terus-menerus dengan jangkauan yang luas dan dalam waktu yang cukup lama.
Sistem kontrolnya sama seperti drone Wulung, pengendalian Aerostar berasal dari GCS (Ground Control Station), teknisnya bisa menggunakan remote berkemampuan LoS (Line of Sight) sampai jarak 200 km, juga bisa menggunakan mode otomatis dengan mengandalkan waypoint GPS. Pengoperasian jarak jauh biasa menggunakan sistem data link yang berasal dari satelit. Untuk fasilitas komunikasi antara drone dengan GCS digunakan directional antenna serta multi-channel data link system buatan Commtact.
Pertama kali Aerostar digunakan secara komersial di tahun 2000, yaitu digunakan oleh Kepolisian Israel untuk memantau lalu lintas, deteksi kriminalitas hingga operasi pencarian orang hilang. Aerostar diklaim mampu digunakan untuk kepentingan sipil maupun militer. Walaupun tak dilengkapi dengan senjata, drone ini biasa digunakan untuk artillery fire adjustment, target designation, serta pemantau daerah perbatasan. Untuk kemampuan terbangnya sudah cukup teruji, Aerostar mengusung mesin propeller yang mampu bekerja di segala cuaca, baik siang maupun malam.