Kelengahan kedua bisa dibilang sedikit fatal. Beda dengan India, Pakistan, atau Taiwan yang berjuang memberdayakan industri dalam negeri, Korut malah sebaliknya. Negara di semenanjung itu luput mengembangkan industri perakitan dan pembuatan pesawat. Dengan kata lain, asyik beli pesawat tapi lupa alih teknologi. Namun begitu, kota kecil Tokhyon dikenal sebagai pusat suku cadang dan amunisi pesawat.
Selain kerepotan mengendus pembelian senjata, pihak Barat juga mengaku sulit melacak kemampuan penerbang KPAAF. Apakah mereka memiliki simulator canggih dan bagaimana pelatihan diberikan, masih pertanyaan besar. Walau Buku Putih pertahanan menyebutkan bahwa level pelatihan mereka 60 persen dibanding pihak Selatan, toh, tidak ditelan mentah-mentah. Pihak Barat hanya percaya kisarannya antara 20-30 persen.
Lepas urusan jumlah dan penempatan pesawat tempur, sebenamya AS beserta Jepang dan Korsel, lebih bergidik mengetahui kemampuan rudalnya. Korut memiliki rudal No-dong (jarak menengah) dan Taepo-dong (jarak jauh) yang dipropagandakan mampu menjangkau Pantai Barat AS.
Taepo-dong 1 konon mampu mengusung hulu ledak seberat 1.000 – 1.500 kilogram ke target sejauh 2.500 kilometer. Lebih dahsyatlagi Taepo-dong 2, mampu dijatuhkanpada titik sejauh 8.000 kilometer. Sebagai ilustrasi, jika ditembakan dari Aceh jatuhnya mungkin di Honolulu.
Dilihat dari pernyataan bahwa Korut dilindungi 1.620 pesawat, 70.000 personil, dan mungkin puluhan rudal balistik, pantaslah AS sedikit miris. Apalagi tetangga terdekat Korut adalah Korsel dan Jepang, sahabat Amerika.