Profil Yontaifib Marinir: Pasukan Elit Marinir TNI AL – HobbyMiliter.com. Kelahiran Yontaifib Marinir berawal dari ide para petinggi KKO AL atau yang kini bernama Korps Marinir akan adanya satuan khusus berkualifikasi amphibious recon. Mereka ingin ada sebuah satuan khusus yang bisa dikirim untuk mengumpulkan data intelijen seputar kondisi aktual pantai yang akan menjadi sasaran operasi amfibi sebelum operasi pendaratan benar benar dilakukan.
Berkaca dari mahalnya operasi amfibi di luar negeri (dari sisi jumlah korban pasukan pendarat) dan pengalaman dalam Operasi Indra — operasi amfibi pertama KKO AL di pantai Indramayu kala menumpas DI/TII pada Maret 1953— maka kebutuhan akan adanya satuan Amphibious Recon ini memang terbilang mendesak.
Dalam Operasi Indra, gara-gara lokasi yang bakal didarati tidak disurvei, gerakan pasukan KKO terhambat kawasan pantai berlumpur sedalam satu meter diselingi hutan bakau yang lebat. Hambatan juga muncul oleh sebab pasokan air minum dari kapal logistik yang tidak lancar. Beruntung mereka tak mendapat perlawanan berarti dari gerombolan DI/TII.
Pengalaman tersebut dan pengalaman lain dalam operasi amfibi sepanjang dekade 1950-an tak pelak kian membuktikan bahwa KKO memang butuh unit intelijen tempur yang dapat disusupkan jauh hari sebelum pendaratan berlangsung. Apakah itu lewat laut atau dari udara. Meski tahapan pendidikan amfibi dan perang hutan (jungle warfare) telah lama diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Amphibi KKO AL Surabaya, tapi hingga penghujung tahun 1959 dimensi lintas udara belum ada tahapan pendidikannya.
Baru pada 1960 dua orang perwira marinir, Lettu KKO EWA Pangalila dan Lettu KKO Oentoeng Soeratman, dikirim ke Sekolah Para Komando Angkatan Darat (SPKAD) di Batudjadjar dan Wing Para 001/AURI di Lanud Sulaiman, Margahayu. Hasil yang diperoleh keduanya lantas dipakai sebagai landasan pengembangan dimensi para komando KKO AL.
Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1961 eksistensi satuan intai para amfibi diresmikan lewat Surat Keputusan Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tentang berdirinya Kompi Intai Para Amphibi (KIPAM). Para pelopornya antara lain Moelranto Wirjohoebojo, Soemardi, Oentoeng Soeratman, dan Ali Abdoellah.
Kiprah KIPAM Marinir di Trikora dan Dwikora
Gagalnya negosiasi RI dengan Belanda dalam menentukan status wilayah Papua Barat mendorong dikumandangkannya Tri Komando Rakjat (Trikora) oleh Presiden Soekarno (19/12/61). Bersamaan itu pula dibuka Sekolah Intai Para Amphibi KKO AL (SIPAMKO) yang berada di bawah Pusat Pendidikan Amphibi KKO AL.
Dalam rangka Trikora itu pula, pada April 1962 rencananya dilancarkan operasi militer berkode Djajawidjaja. Sejumlah unsur pasukan elit ABRI dilibatkan, tak terkecuali KIPAM. Namun pertempuran hebat tak kunjung pecah. Malah konfrontasi RI dengan Belanda akhirnya dihentikan lewat Kesepakatan New York (18/8/62). Setelah sempat lima bulan in action di Bumi Cendrawasih, satuan KIPAM pun kembali ke markasnya di Surabaya.
Namun baru saja Trikora usai, RI kembali terlibat konfrontasi. Kali ini dengan Federasi Malaja (kini Malaysia) yang diproklamasikan PM Tuanku Abdul Rachman Putra (16/9/63). Presiden Soekarno menuding negara baru ini merupakan proyek kolonialis Inggris. Eksistensi Federasi Malaya juga ditentang oleh Filipina dan kelompok separatis Negara Kalimantan Utara (NKU).
Guna mendukung NKU, Soekarno pun mengumandangkan Dwi Komando Rakjat (Dwikora) dan mengirim para sukarelawan yang berintikan personel ABRI. Satuan KIPAM kembali dilibatkan dalam sejumlah operasi rahasia di wilayah perbatasan dengan Federasi Malaja. Kiprah KIPAM usai tatkala rezim Orde Baru dan Federasi Malaja meneken Kesepakatan Djakarta yang menyudahi konfrontasi tersebut (11/ 8/66).
Baik juga kalau mobil peluncur Roket bisa ngapun di Air Lho….atau Tank laut buatan Pindad lengkapi peluncur Roket gays…!!