MILITER MALAYSIA TERBENTUK DAN BERAKSI
Australia kembali memberikan bantuan dengan menerjunkan personel dari Batalyon 2 Royal Australian Regiment dan menambah bantuan kekuatan udara berupa pesawat pembom dan pesawat CA-26 Sabre Mk 30 pada 1955. Angkatan Laut Australia (Royal Australian Navy) juga memberikan bantuan dengan mengerahkan kapal perusak (destroyer) Warramunga dan Arunta pada Juni 1955. Tak hanya itu, dalam kurun waktu 1956-1960 Angkatan Laut Australia juga mengerahkan kapal induk pengangkut pesawat terbang Melbourne dan Sydney serta kapal perusak Anzac, Quadrant, Queenborough, Quiberon, Quickmatch, Tobruk, Vampire, Vendetta dan Voyager yang tergabung dalam Commonwealth Strategic Reserve Forces. Sasaran tembakan kapal-kapal tadi adalah posisi gerilyawan MNLA di hutan-hutan di wilayah Johor. Angkatan Udara Selandia Baru (Royal New Zealand Air Force) juga mengerahkan Skadron 14 dan Skadron 75 untuk membantu militer Inggris menyerang basis gerilyawan MNLA.
Melihat perkembangan situasi yang terjadi, dimana posisi gerilyawan MNLA semakin terjepit dan sulit mendapatkan logistik dan bantuan dari rakyat maka Chin Peng menilai bahwa perjuangan bersenjata sudah tidak bisa diandalkan lagi. Oleh sebab itu pada pertemuan dengan Pemerintah Kolonial Inggris dan beberapa pejabat dari Etnis Melayu di Baling pada 1955, Chin Peng menuntut diadakannya referendum bagi rakyat Malaya. Pertemuan ini diagendakan untuk mencari solusi yang saling menguntungkanantara Pemerintah, Penduduk Etnis Melayu, Etnis Cina dan Gerilyawan MNLA. Namun yang terjadi adalah Tunku Abdul Rahman, delegasi dari Etnis Melayu menolak semua syarat dan permintaan yang diajukan Chin Peng. Hal ini jelas meningkatkan kembali konflik yang terjadi.
Pada 31 Agustus 1957, Malaya memperoleh kemerdekaan dari Pemerintah Kolonial Inggris menjadi Negara Malaysia di bawah pimpinan Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman. Seiring dengan kemerdekaan ini, terbentuk pula militer Malaysia. Kemerdekaan ini membuat tujuan gerilya MNLA tidak relevan lagi dengan dalih memperjuangkan kemerdekaan dari Pemerintah Kolonial Inggris. Militer Malaysia yang baru terbentuk pun ikut menggempur gerilyawan komunis ini. Malayan Emegency ini menjadi operasi militer pertama dari angkatan bersenjata negara yang baru dimerdekakan ini.
Perlawanan besar gerilyawan MNLA yang terakhir terjadi di Teluk Anson pada 1958, yang berujung menyerahnya para gerilyawan MNLA karena tidak tahan gempuran gabungan kekuatan militer Malaysia dan Inggris. Sisa-sisa gerilyawan MNLA kemudian mundur ke arah perbatasan Thailand. Chin Peng pun melarikan diri ke Cina dan akhirnya bermukim di Thailand. Pada akhirnya, konflik bersenjata ini menelan korban tewas 1.346 personel Militer Malaysia, 519 personel Tentara Inggris dan persemakmuran, 6.710 gerilyawan MNLA serta 2.478 penduduk sipil.
Kekalahan gerilyawan MNLA disebabkan kekurangan dukungan logistik, diputusnya hubungan dengan organisasi Min Yuen dan penduduk etnis Cina yang direlokasi secara besar-besaran, tantangan dari penduduk etnis Melayu yang jelas menolak ajaran komunisme dan menolak persamaan derajat dengan penduduk etnis Cina, posisi mereka semakin terjepit oleh gerakan operasi militer dan operasi teritorial yang ditujukan untuk menarik simpati rakyat oleh personel militer Inggris dan negara persemakmurannya. Ditambah lagi kehancuran yang parah akibat pemboman yang dilakukan secara bertubi-tubi. Seiring dengan keadaan keamanan dan politik yang berangsur pulih, maka Pemerintah Malaysia mencabut keadaan darurat militer ini pada 12 Juli 1960.