Kekuatan udara Kerajaan Inggris (Royal Air Force) dan Skadron Pembom Angkatan Udara Australia (Royal Australian Air Force) juga memainkan peran yang penting, selama lima tahun pertama berperang menghadapi gerilyawan MNLA telah terjadi lebih dari 4.000 sorti pemboman dan bisa dibayangan berapa jumlah total bom yang dijatuhkan jika setiap sorti menjatuhkan lebih dari 20.000 kilogram bom. Australia juga mengerahkan Skadron 38 yang terdiri dari pesawat-pesawat C-47 untuk membantu keperluan transportasi personel dan logistik lewat jalur udara.
Peristiwa penghadangan dan penembakan di Pahang yang menyebabkan tewasnya pejabat British High Commissioner of Malaya Sir Henry Gurney pada Oktober 1951 merupakan titik balik bagi pergerakan MNLA. Kejadian ini membuat banyak rakyat menolak kampanye mereka, karena tidak ada lagi rasa aman. Apabila pejabat tinggi seperti Sir Henry Gurney saja bisa dibunuh dengan mudah oleh gerilyawan MNLA, apalagi rakyat. Pada Januari 1952 Perdana Menteri Inggris Winston Churchill menunjuk Letnan Jenderal Sir Gerald Walter Robert Templer untuk menjabat sebagai British High Commissioner of Malaya. Letnan Jenderal Templer berusaha mempercepat proses relokasi warga etnis Cina yang telah dilaksanakan lewat Briggs Plan.
Menurutnya, cara yang tepat menumpas gerilyawan MNLAadalah dengan menarik simpati rakyat agar mau mendukung langkah Pemerintah Kolonial Inggris bukan menambah pasukan lagi. Cara ini dibarengi dengan memberikan imbalan materi bagi para penduduk yang memberikan informasi tentang keberadaan gerilyawan MNLA dan memperluas jaringan intelijen sipil untuk mendukung operasi militer yang dilakukan. Keberadaan Suku Dayak di hutan-hutan juga tidak luput dari kampanye Militer Inggris, mereka memanfaatkan kemampuan Suku Dayak untuk melakukan penjejakan terhadap gerilyawan MNLA yang selalu bergerak berpindah-pindah.
Personel militer yang diterjunkan oleh Pemerintah Kolonial Inggris juga mulai memberikan bantuan kesehatan dan makanan kepada penduduk di hutan untuk menarik simpati mereka selain melaksanakan tugas pokoknya mengejar para gerilyawan MNLA. Langkah anti-gerilya ini terbukti efektif untuk mendorong para gerilyawan yang loyal jauh ke dalam hutan dan membuat mereka mulai merasakan kesulitan karena kekurangan suplai logistik sementara para gerilyawan yang menyerah mendapat pengampunan dari Pemerintah. Letnan Jenderal Templer juga mempercepat proses pembentukan Angkatan Bersenjata Malaya cikal bakal militer Malaysia, agar kelak mampu menyelesaikan konflik secara mandiri tanpa tergantung oleh kekuatan militer Inggris dan negara persemakmuran lainnya.