OPERASI INGGRIS DALAM MALAYAN EMERGENCY
Langkah awal yang diambil Pemerintah Kolonial Inggris setelah mengumumkan keadaan darurat militer ini adalah mengamankan daerah perkebunan karet dan pertambangan timah yang sudah pasti merupakan aset ekonomi yang strategis. Panglima Operasi Militer Pemerintah Kolonial Inggris Letnan Jenderal Sir Harold Rawdon Briggs menggunakan strategi yang dikenal dengan Briggs Plan. Tujuannya adalah mengalahkan gerakan MNLA dengan memotong jalur dukungan logistik dan informasinya.
Prakteknya di lapangan adalah dengan memindahkan sekitar 500.000 jiwa etnis Cina ke perkampungan baru. Dengan mengisolasi mereka di tempat yang baru maka dukungan logistik, informasi, dana dan rekrutmen anggota MNLA akan terputus yang berakibat memperlemah gerakan MNLA. Perkampungan baru itu juga dijaga oleh satuan pengamanan yang mencegah keluarnya bantuan bagi gerilyawan MNLA sekaligus mencegah masuknya anggota MNLA yang mungkin mengintimidasi dan memprovokasi penduduk.
Demi menarik simpati dan hati para warga etnis Cina itu, Pemerintah Kolonial Inggris juga memberi uang jatah hidup, memberikan surat hak kepemilikan lahan dan tempat tinggal yang ditempati, menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, air bersih dan listrik di perkampungan baru tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan ini Pemerintah Kolonial Inggris menggandeng organisasi Malayan Chinese Association. Para pengusaha melihat hal ini sebagai potensi yang bisa dimanfaatkan, mereka dapat menjadikan warga etnis Cina itu tenaga buruh murah untuk bekerja di perkebunan karet atau pertambangan timah milik mereka. Chin Peng merespon ha1 ini dengan meningkatkan perjuangan politik untuk meraih simpati rakyat.
Dalam operasi militernya, Pemerintah Kolonial Inggris mengerahkan 13 batalyon, yang terdiri tujuh batalyon Gurkha, tiga batalyon Infanteri Inggris, dua batalyon Resimen Kerajaan Malaya (Royal Malay Regiment) dan satu batalyon Resimen Artileri Kerajaan Inggris (British Royal Artillery Regiment). Karena dinilai masih kurang efektif, maka kekuatannya ditambah dengan mendatangkan personel dari satuan Worcestershire Regiment, Royal Marines dan Kina’s African Rifles. Personel dari Special Air Service (SAS) yang mempunyai spesialisasi reconnaissance, raid and ambush serta counter-insurgency juga diterjunkan menghadapi MNLA pada 1950. Jika dijumlahkan secara keseluruhan, Militer Kolonial Inggris mengerahkan lebih dari 40.000 personel untuk menghadapi 10.000 gerilyawan MNLA.