BRIMOB TUMBUH DAN BERKEMBANG
Setelah Republik Indonesia (Rl) resmi berdiri, para anggota Keisatsu Tai dan Tokubetsu Keisatsu Tai segera menyatakan berdiri di belakang pemerintah Rl dan membentuk Angkatan Moeda Kepolisian Repoeblik Indonesia (AMKRI) sebagai cikal bakal institusi Kepolisian Republik Indonesia. Mereka tak lagi mengakui para petinggi rezim militer Jepang sebagai atasan. Nama Keisatsu Tai dan Tokubetsu Keisatsu Tai lalu diubah jadi Polisi Oemoem dan Polisi Choesoes. Pada daerah tertentu nama yang dipakai adalah Polisi Perdjoangan dan Polisi Istimewa. Tak cuma soal nama, ketidakseragaman ini merembet pada perkara struktur organisasi, tata kerja dan sebaran kekuatan yang berakibat kegiatan penegakan hukum di tengah masyarakat jadi semrawut.
Karena RI yang muda usia butuh satu lembaga kepolisian yang utuh maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (selaku lembaga tertinggi negara saat itu) mensahkan berdirinya Djawatan Kepolisian Negara (DKN) sebagai wadah semua lembaga kepolisian di tingkat pusat dan daerah. Sejak itu seluruh satuan polisi yang telah ada dilebur jadi satu dan bernaung di bawah panji DKN (19/8/45). Guna memperkuat keputusan ini Komandan Pasoekan Polisi Istimewa Djawa Timoer Inspektoer Polisi Tingkat I M Jasin mewakili seluruh anggota DKN menerbitkan maklumat berisi penyataan bahwa sejak 21 Agustus 1945 sebutan “Polisi’ berarti satuan polisi RI yang bertanggungjawab hanya kepada pemerintah Rl. Sebagai penjabarannya, di beberapa kota anggota AMKRI (termasuk Pasoekan Polisi Istimewa) terlibat dalam aksi perebutan senjata dan instalasi vital milik rezim militer Jepang. Bahkan Pasoekan Polisi Istimewa jadi inti kekuatan bersenjata Rl tatkala menghadang serbuan pasukan Inggris di Surabaya pada Oktober dan November 1945.
Meski perannya di dalam berbagai kancah pertempuran meladeni aksi pasukan Inggris dan Belanda pada masa awal kemerdekaan Rl cukup besar, namun hingga medio tahun 1946 struktur organisasi dan tata kerja Pasoekan Polisi Istimewa belum teratur. Oleh karena itu Wakil Kepala DKN Komisaris Polisi Tingkat I Soemarto berinisiatif membenahi. Nama Pasoekan Polisi Istimewa diubah jadi Mobile Brigade yang berasal dari istilah militer berbahasa Belanda Mobiele Brigade (Brigade Gerak Cepat). Kepala DKN Komisaris Polisi Tingkat I RS Soekanto Tjokrodiatmodjo minta bantuan Komisaris Polisi Tingkat I M Jasin guna mewujudkan pasukan paramiliter kepolisian itu. Akhirnya pada 14 November 1946 Mobile Brigade (disingkat Mobrig) berdiri selaku satuan penggempur DKN.
Kekuatan Mobrig ada di seluruh wilayah keresidenan yang masih dikuasai Rl. Pada setiap keresidenan dibentuk kompi Mobile Brigade Keresidenan (MBK) dan markasnya berada di ibukota keresidenan. Tiap kompi MBK berkekuatan 100-an orang dipimpin seorang Inspektoer Tingkat I atau II. Kendali operasinya dipegang Kepala Polisi Keresidenan. Setiap kompi Mobrig terdiri dari dua seksi. Setiap seksi dipimpin seorang Pembantu Inspektur Polisi dan terdiri dari tiga brigade. Setiap brigade dipimpin seorang komandan polisi dan terdiri dari tiga grup. Dan akhirnya setiap grup yang dikepalai seorang Agen Polisi Tingkat I membawahi sekitar enam hingga tujuh anggota Mobrig.
Selain MBK di tingkat keresidenan, Mobrig juga punya tiga pasukan cadangan yakni Mobrig Besar Djawatan (MBD) yang berbasis di Purwokerto (Markas Besar DKN), Mobrig Besar Djawa Tengah di Solo dan Mobrig Besar Djawa Timoer di Malang. Kendali operasi ketiga satuan Mobrig ini dipegang langsung oleh Kepala DKN.
Di usianya yang masih amat muda Mobrig sudah terlibat dalam berbagai pertempuran baik dengan pasukan Belanda (semasa Agresi Militer Belanda 1 dan Agresi Militer 2) maupun dengan para pemberontak komunis saat Pemberontakan PKI Madiun (1948). Setelah Belanda mengakui kedaulatan Rl (27/12/49), pasukan Mobrig ditugaskan menghadapi berbagai aksi insurjensi bersenjata. Mulai dari APRA (Jawa Barat), DI/TII (Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh dan Sulawesi Selatan), RMS (Maluku), hingga PRRI-Permesta (Sumatera dan Sulawesi). Seluruh aksi pemberontakan ini dipadamkan Mobrig bersama komponen Angkatan Bersenjata Rl (ABRI) lainnya pada pertengahan dekade 1960-an.
Biarpun amat sibuk ikut berbagai kegiatan operasi lawan insurjensi, Mobrig masih sempat melakukan reorganisasi meski hanya sebatas guna memudahkan koordinasi di antara sesama satuan Mobrig di tingkat daerah. Nama Mobrig Besar Keresidenan diubah jadi Rajon Mobrig (RM). Selain itu juga dibentuk Inspektorat Mobrig Pusat dan Inspektorat Mobrig Provinsi. Tugas kedua lembaga ini membantu Kepala DKN dalam mengurus segala hal terkait satuan Mobrig. Dengan kembalinya ibukota negara ke Jakarta (1950), segala aktifitas Markas Besar DKN berikut jajarannya termasuk Mobrig juga ikut pindah dari Purwokerto ke Jakarta.
sangat bagus artikelnya.. mengupas tuntas profil BRIMOB..