Pencarian akan MBT yang cocok untuk Indonesia pun dilakukan. Beberapa tipe MBT ditelaah, mulai dari M1 Abrams dari Amerika Serikat, Challenger 2 dari Inggris, Leopard 2A4 dari Jerman dan T-80 dari Rusia. Bahkan ikut juga sebagai bahan polemik MBT ini, tank Bulat dari Ukraina. Bahkan juga ikut ditelaah, lebih cocok mana MBT atau Rudal Anti Tank, yang pada dasarnya adalah komplementer, saling melengkapi dan tidak bisa saling menggantikan.
Hingga suatu saat di tahun 2011, terdengar berita bahwa Angkatan Darat Kerajaan Belanda berniat melikuidasi seluruh armada kavaleri beratnya, dan menjual nyaris seluruh inventaris MBT Leopard 2A6 nya. Hal ini terpaksa dilakukan karena hantaman krisis ekonomi yang melanda seluruh Eropa pada saat itu. Segeralah tim dikirim ke Belanda untuk memeriksa kondisi MBT Leopard 2A6 yang ditawarkan tersebut pada Februari 2012.
Saat itu, keseluruhan armada MBT Leopard 2A6 Kerajaan Belanda buatan tahun 2003 yang berjumlah 150 unit tersebut awalnya ditawarkan dengan harga USD 2.5 juta per unitnya. Dalam proses tawar menawar antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda akhirnya disepakati harga USD 1.8 juta per unitnya. Total dana yang akan dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk mengakuisisi keseluruhan Leopard 2A6 tersebut diperkirakan sekitar USD 280 juta.
Namun, walaupun Pemerintah Kerajaan Belanda telah setuju menjual keseluruhan MBT Leopard 2A6nya dengan harga yang disepakati, sesuai hukum setempat yang berlaku, Pemerintah Kerajaan Belanda juga harus meminta persetujuan parlemen (-DPR setempat) untuk merealisasikan penjualan ini. Ternyata, pada saat dilakukan pengambilan suara mayoritas anggota parlemen Belanda menolak penjualan MBT Leopard 2A6 tersebut. Sehingga gagal-lah pembelian MBT Leopard 2A6 Angkatan Darat Kerajaan Belanda tersebut, walau pemerintahnya sudah bersedia menjualnya dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang ditawarkan. Pada kemudian hari, akhirnya MBT Leopard 2A6 Belanda ini dibeli oleh Finlandia.