Sama halnya dengan pasal 43A ayat (1) Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tindak Pidana Terorisme tidak luput dari adanya potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Karena pasal tersebut berbunyi:
Dalam rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap Setiap Orang tertentu yang diduga akan melakukan Tindak Pidana Terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan.
Kata “Ditempatkan” kemudian dijelaskan dalam Penjelasan pasal 43A ayat (1) Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tindak Pidana Terorisme, yang berbunyi:
Ditempatkan pada tempat tertentu dilakukan dalam rangka program deradikalisasi dengan cara reidentifikasi, rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi, dan cara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa semakin jelas Pasal 43A ayat (1) Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tindak Pidana Terorisme dapat memberikan penahanan ditempat tertentu yang tidak diketahui fungsinya serta lokasinya (Penjara?) terhadap orang yang BARU HANYA DIDUGA melakukan sebuah perbuatan tanpa adanya bukti permulaan.