Akan tetapi, KUHAP kemudian tidak berlaku dalam hal jangka waktu penahanan tersangka pelaku tindak pidana terorisme, dengan alasan UU Tindak Pidana Terorisme adalah Lex Specialis.

Sesuai dengan asas hukum Lex Specialis Derogat Generale, maka KUHAP menjadi tidak berlaku jika dihadapkan dengan UU Tindak Pidana Terorisme.

Tetapi apakah jangka waktu penahanan hingga 450 hari adalah waktu yang cukup atau justru memperlihatkan ketidakmampuan institusi penegak hukum dalam mencari bukti untuk menjerat tersangka pelaku tindak pidana terorisme? Sehingga berpotensi melanggar hak-hak dasar tersangka selaku manusia yang juga masih memiliki hak untuk dilingungi.

BACA JUGA :  Makna Sumpah Pemuda: Dulu dan Masa Kini

Potensi terjadinya abuse of power semakin terasa di Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tindak Pidana Terorisme, sebagaimana tertera pada perubahan Pasal 28 yang berbunyi:

Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap Setiap Orang yang diduga keras melakukan Tindak Pidana Terorisme dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Apabila perubahan Pasal 28 ini disetujui, maka Polisi telah melakukan abuse of power karena telah menangkap seseorang hanya dengan DUGAAN saja, tanpa adanya bukti permulaan. Padahal, Pasal 28 sebelumnya berbunyi:

BACA JUGA :  NATO Akan Berperang Bersama Koalisi AS Di Suriah

Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.

Pasal 28 UU Tindak Pidana Terorisme sudah memenuhi ketentuan Pasal 1 ayat (14) KUHAP yang menyebutkan:

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Dari ketentuan Pasal 1 ayat (14) KUHAP dapat kita lihat, untuk menjadi TERSANGKA, seseorang haruslah memenuhi unsur:

    1. Seseorang
    2. Yang karena perbuataannya atau keadaannya
    3. Berdasarkan bukti permulaan
    4. Patut diduga
    5. Sebagai pelaku tindak pidana
BACA JUGA :  Pentingnya Perencanaan Pembangunan Kekuatan Militer Berkesinambungan

Artinya polisi tidak dapat menjadikan seseorang sebagai tersangka apabila tidak ada bukti awal yang membuat seseorang PATUT diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Dengan melakukan penangkapan dan penahanan hanya berdasarkan DUGAAN, artinya polisi telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here