Catatan Redaksi: Tulisan berikut merupakan opini kiriman dari Pambudidoyo, seorang praktisi hukum dan pengamat militer Indonesia (- redaksi).
Latar Belakang
Isu terorisme kembali bergulir semenjak terjadinya penyerangan terhadap 3 (tiga) personil anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Tanggerang 20 Oktober lalu. Pelaku penyerangan yang berinisial SA kemudian kait-kaitkan dengan kelompok teoris ISIS setelah ditemukan stiker berlambang ISIS. Kejadian ini kemudian menjadi alasan beberapa pihak untuk segera merubah undang-undang terkait pemberantasan tindak pidana terorisme (Undang-Undang No. 5 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang).
Pro dan kontra timbul atas wacana perubahan tersebut, dikarenakan apa yang diubah dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2003 justru dikhawatirkan tidak akan menimbulkan perubahan yang berarti, dan hanya akan menambah permasalahan dalam penegakan hukum yang hakiki.
Bukan hanya Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tindak Pidana Terorisme yang harus dikritisi, melainkan juga keseluruhan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang berlaku di Indonesia saat ini. Karena adanya kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).