Bertempat di lapangan Sriwedari pada 14 November 1949, Letnan Kolonel Slamet Riyadi menerima penyerahan kekuasaan atas kota Solo dari Militer Belanda yang diwakili Overste Van Ohl kepada TNI. Saat itulah Overste Van Ohl merasa kagum atas kepribadian dan peranan Letnan Kolonel Slamet Riyadi, dengan usia yang masih muda mampu menjadi komandan yang handal dan tak gentar untuk berjuang di medan tempur bersama pasukannya. Apalagi Letnan Kolonel Slamet Riyadi bukanlah perwira yang mengenyam pendidikan militer secara formal, melainkan perwira berjuang secara spontan memenuhi panggilan ibu pertiwi dan mengasah kemampuan dirinya langsung di lapangan.
Atas prestasinya memimpin pasukan di Solo, Letnan Kolonel Slamet Riyadi kemudian mendapat kepercayaan untuk memimpin operasi penumpasan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). RMS diproklamirkan oleh Dr. Soumokil (mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur) pada 25 April 1950. Misi damai Pemerintah Pusat yang dipimpin Dr. Leimena tidak berhasil menyelesaikan masalah ini maka diputuskan untuk menumpasnya dengan kekuatan militer.
Letnan Kolonel Slamet Riyadi menjabat sebagai Komandan Operasi Maluku Selatan di bawah pimpinan Panglima Tentara dan Teritorium VII/Indonesia Timur, Kolonel A.E. Kawilarang. Tahap pertama dilakukan Operasi Malam pada 13 Juli 1950 yang bertujuan merebut Pulau Buru sebagai persiapan gerakan ke Pulau Seram dan Ambon. Selanjutnya dilakukan Operasi Fajar pada 21 Juli 1950 untuk merebut Pulau Seram. Pulau Seram berhasil dikuasai pada September 1950. Operasi Senopati yang bertujuan merebut Pulau Ambon baru dilaksanakan pada 28 September 1950. Gerakan pendaratan ke Ambon dipersiapkan di Piru, Seram Barat.
Pagi hari tanggal 28 September 1950, Kapal perang Angkatan Laut Rl Pati Unus (eks Hr. Ms. Tidore) dan RI Rajawali yang baru saja diserahkan Belanda ke ALRI, membombardir wilayah Tulehu sementara Kapal perang Angkatan Laut Rl Hang Tuah menggempur wilayah Hitu untuk menghancurkan kubu pertahanan Pasukan RMS. Kemudian dilakukan pendaratan pasukan penyerbu di dua wilayah itu. Di sektor Tulehu pendaratan dilakukan di pantai Wairuton, Air Panas dan Pelabuhan Tulehu. Letnan Kolonel Slamet Riyadi bersama staf komando operasi mendarat di Pelabuhan Tulehu. Sedangkan untuk sektor Hitu, pendaratan pasukan di Tanjung Mamua.