Resimen 26 Divisi IV Panembahan Senopati berganti nama menjadi Brigade V Komando Pertempuran Panembahan Senopati, Letnan Kolonel Suadi masih tetap menjadi pimpinannya. Sedangkan Mayor Slamet Riyadi memimpin Batalyon XIV yang berada di bawah komando Brigade V. Walaupun demikian, pasukan Komando Pertempuran Panembahan Senopati ini tetap terkenal dengan sebutan pasukan Divisi IV Panembahan Senopati.
Ketika terjadi peristiwa pemberontakan PKI 1948 di Madiun pada bulan September 1948, Mayor Slamet Riyadi dan pasukannya yang saat itu berada di luar kota Solo diperintahkan untuk bergerak bersama pasukan yang lain untuk menumpas kekuatan pemberontak PKI. Tugas ini berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Mayor Slamet Riyadi.
PEDOMAN GERILYA I DAN II
Karena keberhasilan Mayor Slamet Riyadi dalam operasi operasi yang ditugaskan kepadanya, beliaupun dipromosikan menjadi Letnan Kolonel pada akhir 1948 sekaligus ditunjuk menjabat sebagai Komandan Wehrkreise I yang wilayahnya mencakup Karesidenan Surakarta dan sekitarnya. Wehrkreise artinya lingkungan pertahanan, atau pertahanan daerah. Masing-masing komandannya diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menggelar dan mengembangkan perlawanan di wilayahnya. Wilayah Wehrkreise mencakup satu karesidenan, yang didalamnya terdapat kekuatan militer, politik, ekonomi, dan pemerintahan.
Sistem Wehrkreise ini sama sekali meninggalkan sistem pertahanan linier. Penggunaannya Sistem Wehrkreise ini disahkan dalam Surat Perintah Siasat No.1, yang ditandatangani oleh Panglima Besar Soedirman pada bulan November 1948. Menghadapi agresi militer kedua yang dilakukan Pasukan Belanda 19 Desember 1948, Letnan Kolonel Slamet Riyadi menyusun kekuatan dengan membentuk Dewan Siasat di masing-masing kabupaten yang berada dalam wilayah Wehrkreise I sekaligus melakukan gerilya terhadap pendudukan Pasukan Belanda.
Tak lama berselang, untuk meningkatkan efektifitas gerilya yang dilakukan oleh pasukannya, Letnan Kolonel Slamet Riyadi mengeluarkan Pedoman Gerilya I pada 23 Maret 1949 yang berisi pedoman secara militer, politik dan ekonomi terhadap taktik gerilya yang dijalankan. Isinya antara lain bahwa pasukan gerilya harus mampu melakukan serangan efektif dengan cepat lalu menghilang, memukul jangan sampai terpukul oleh musuh. Jangan berani mati secara konyol, tapi berani hidup untuk membunuh musuh sebanyak-banyaknya. Gerakan pasukan gerilya di tengah-tengah rakyat seperti ikan dalam air, jangan membebani rakyat. Pasukan gerilya harus tahan uji dan disiplin. Secara politik, setiap anggota pasukan gerilya jangan terbujuk oleh materi untuk bekerjasama dengan musuh alias menjadi pengkhianat dan jangan mau dipengaruhi oleh aliran atau partai tertentu serta selalu waspada terhadap pihak-pihak yang ingin memecah belah kekuatan pasukan gerilya. Dalam hal ekonomi, komandan pasukan harus mampu memelihara keadaan ekonomi di daerahnya agar penghidupan pasukan tidak terganggu sekaligus berupaya mengganggu keadaan ekonomi musuh dengan cara blokade atau membuat kekacauan.