Maritime surveillance dilakukan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Komando Operasi TNI AU II (Koopsau II) dan badan-badan sipil. Selain Skadron Udara 5, Penerbangan TNI AL di Lanudal Djuanda, Surabaya, juga mengoperasikan pesawat intai taktis N-22/24 Nomad Searchmaster-B serta NC-212.
Pemantauan citra perairan untuk kepentingan program perikanan juga bisa dilakukan dengan Monitoring Control & Surveillance (MCS) menggunakan Remote Sensing Satellite. Dengan teknologi yang diadopnya, B737 berperan besar mendukung program MCS Departemen Perikanan dan Kelautan.
Untuk itu, pesawat dilengkapi SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multi-mission Radar), IFF Interrogator [Identified Friend or Foe), IRDS (Infra Red Detection System), dan Video Down-link. Alat terakhir ini mampu menayangkan hasil pengamatan secara langsung [real time) di ruang komando.
Hasil surveillance pesawat Boeing B737 Skadron Udara 5 tidak dapat dipungkiri, merupakan pasokan yang amat berharga bagi kepentingan Bangsa dan Negara Pertanyaan yang timbul, apakah teknologi surveillance yang dimiliki telah dimanfaatkan secara maksimaldan pengawasan maupun pengamanan terhadap semua objek bergerak di permukaan Zona Ekonomi.
Sedih banget membaca Indonesia di paksa keluar dari wilayah udaranya sendiri.
Di mana kedaulatan bangsa dan negara! Kok tidak kirim pesawat tempur atau majukan nota protes resmi dan publikasikan!