HobbyMiliter.com – Bicara airborne surveillance radar, tidak usah jauh-jauh. Di negeri ini pun ada barangnya. Masuk kategori top secret dan santer aroma intelijen. Tidak berlebihan, tapi begitulah profil Boeing 737-200 Surveillance, si pesawat intai maritim milik skadron udara 5 TNI AU.
Hari itu, 7 November 1992, kapal Jepang Akatsuki Maru mengangkut 1,7 ton limbah nuklir olahan dikawal sebuah kapal perang, bertolak dari Cherbourg, Prancis. Diperkirakan kapal tiba di pelabuhan Tokai, Jepang, awai Januari 1993. Sebagian besar negara yang akan dilalui, termasuk Indonesia, menyatakan protes keras. Kebocorannya bisa merusak lingkungan.
Menurut perhitungan, kapal akan memasuki perairan Indonesia pada 8 Desember 1992. B737 Surveillance AI-7303 Skadron Udara 5 TNI AU diperintahkan menyisir dari sebelah barat Sumatera sejak 6-15 Desember 1992. Untunglah, kapal pengangkut limbah nuklir itu tidak memasuki wilayah ZEEI Indonesia.
Pernah juga Boeing 737 Surveillance harus berhadapan dengan pesawat F-14 Tomcat dan F-18 Hornet AL AS yang berpangkalan di kapal induk. Cerita ini terjadi pada 4 Mei 2000 ketika Boeing 737 Surveillance AI-7302 mendeteksi sebuah kapal induk pada posisi selatan Natuna dan barat Pontianak. Pesawat pun diturunkan ke ketinggian 15.000 kaki dan berupaya mendekati sampai jarak 12 knot untuk membuat foto. Kapal induk itu memberikan sinyal lampu (strobe light) agar Boeing 737 TNI AU menjauh.
Sedih banget membaca Indonesia di paksa keluar dari wilayah udaranya sendiri.
Di mana kedaulatan bangsa dan negara! Kok tidak kirim pesawat tempur atau majukan nota protes resmi dan publikasikan!