Amerika Serikat, yang juga memiliki pangkalan militer di Djibouti, khawatir tentang perluasan lingkup pengaruh Tiongkok yang kini merambah Benua Hitam. Menurut James Poulos yang bekerja di surat kabar The Week, Washington memang sudah seharusnya khawatir.
“Berkat banyaknya tantangan dan prioritas berbeda yang dihadapi kedua kekuatan ekonomi dan militer ini, intervensi Tiongkok di Afrika adalah bentuk dari pesta pora yang dinikmati Beijing dan krisis bagi AS,” tulis Poulos.
Djibouti memiliki lokasi geostrategis yang ideal di sepanjang Laut Merah. Negara ini juga memiliki pemerintah yang stabil, sehingga menjadikannya tempat yang cocok bagi AS dan Tiongkok. Jika Washington menggunakan pangkalan militernya di Afrika untuk meluncurkan operasi drone, maka pangkalan Beijing untuk saat ini hanya akan bertujuan mengakomodasi banyaknya investasi yang mereka lakukan di benua itu.
“Di Afrika, Tiongkok telah menemukan bukan hanya pasar untuk mengeruk uang tetapi untuk memberi pekerjaan dan mengakuisisi tanah – dua komponen penting dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Poulos.
Pada saat acara Forum Kerjasama Tiongkok-Afrika bulan lalu, Beijing berjanji untuk menginvestasikan 60 miliar dollar di Afrika. Tiongkok tidak memberi jenis bantuan tanpa bunga yang biasa disediakan oleh Barat, namun sebagian besar investasi mereka akan datang dalam bentuk pinjaman dan kredit ekspor.
“Tiongkok mulai beroperasi di Afrika dengan penuh kepercayaan diri, dengan mengadakan hubungan yang lebih bernuansa saling menguntungkan ketimbang hubungan Afrika dengan perusahaan Amerika dan pemerintah federalnya,” demikian tulis Dewan Hubungan Luar Negeri Tiongkok dalam sebuah posting blog.