Perjanjian tersebut ditandatangani sebulan sebelum Barack Obama menjabat sebagai Presiden AS, dan memulai hitungan mundur untuk menarik pasukan AS dari Irak. Perjanjian ini didukung oleh pemerintah Baghdad yang saat itu dipegang oleh Perdana Menteri Nouri al-Maliki.
“Kami tidak akan dapat menjalankan pemerintahan (Irak), dan seharusnya memang tidak perlu mencoba melakukannya, karena kami tidak akan dapat menanamkan nilai-nilai (Amerika) pada mereka,” ujar Hagel. “Namun saya rasa kepemimpinan di Irak terlalu menyia-nyiakan diri dalam lima tahun, sehingga memungkinkan situasi yang terjadi dalam dua tahun terakhir.”
Hagel merujuk pada hubungan Sunni dan Syiah, serta Kurdi dan Syiah yang semakin memburuk. Ia juga mengatakan bahwa Maliki gagal untuk memenuhi kepentingan undang-undang untuk menyatukan kembali Irak.
“Saya tidak sepenuhnya menyalahkan dia (Maliki), karena pada saat itu ada kekuatan yang lebih kuat daripada yang dapat ia tangani. Namun menurut saya, itulah yang terjadi di Irak. Lima tahun telah terbuang sia-sia, dan hal itulah yang membuat Irak mengarah kepada kekacauan dan pembunuhan besar-besaran hingga sekarang.”