[sociallocker]
Pengalihan Lipnur sendiri sebenarnya dilakukan dengan perasaan ketar-ketir. Banyak perwira TNI AU tak setuju, namun sekali lagi siapa bisa membantah jika Soeharto sudah menghendakinya. Lipnur, bagi TNI AU, lebih dari sekadar aset. Lipnur adalah warisan yang amat berharga dari Nurtanio, yang hebatnya harus ditebus dengan nyawanya sendiri. Saat itu, di bawah pimpinan Ir. Juwono, Lipnur sudah siap memproduksi pesawat latih dan pesawat pertanian Gelatik berdasarkan PZL-104 Wilga yang lisensinya didapat dari Polandia. Ini adalah buah proyek senilai 1,5 juta dollar AS yang diberikan Pemerintah Polandia kepada Nurtanio yang ingin meningkatkan Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan AURI menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (Lapip). Gelatik sendiri adalah nama pemberian Presiden Soekarno.
Lapip diresmikan pada 1 Agustus I960, dan namanya diubah menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio pada 29 Juli 1966 sebagai penghormatan, atas jasa Nurtanio yang gugur pada 21 Maret 1966 dalam kecelakaan pesawat terbang hasil rancangannya sendiri.
Tak banyak yang tahu kalau ayah Nurtanio sendiri lebih menginginkan anaknya menjadi petani. Seperti dituturkan saudara kandung Nurtanio kepada Ashadi Tjahjadi, hal itu bisa ditelusuri dari lafal nama Nurtanio, “Nur, tani, o. Nur bertanilah.” Di luar dugaan, Nurtanio malah tumbuh menjadi ahli kedirgantaraan. Masa-masa rintisannya didukung Wiweko Soepono, yang sama-sama maniak penerbangan.[/sociallocker]