Serangan ini kemudian digunakan oleh pihak-pihak anti-PKI untuk menyalahkan PKI atas peristiwa tersebut. Mereka menyebutnya sebagai upaya kudeta komunis yang direncanakan untuk menggulingkan pemerintahan dan militer. Pada saat itu, keadaan politik semakin tegang, dan terjadi pembunuhan dan kekerasan massal terhadap anggota PKI dan simpatisan mereka di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam beberapa hari setelah peristiwa G30S, Jenderal Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), mengambil alih kekuasaan dan memimpin pembersihan terhadap anggota PKI. Pembersihan ini melibatkan penahanan, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap ribuan orang yang diduga terkait dengan PKI. PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dilarang secara resmi pada tahun 1966.
Latar belakang dari pemberontakan PKI 1965 melibatkan faktor-faktor politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks. Salah satu faktor yang signifikan adalah konflik politik antara PKI dan kekuatan politik lainnya yang ingin membatasi pengaruh PKI. Pada saat yang sama, PKI juga menjadi ancaman bagi kekuatan-kekuatan imperialis Barat yang khawatir akan kekuatan komunis di Asia Tenggara. Ketegangan politik ini diperparah oleh ketidakstabilan ekonomi dan sosial di Indonesia pada saat itu.
Kemudian, peristiwa G30S dan penumpasan PKI oleh Soeharto membawa perubahan besar dalam dinamika politik Indonesia. Soeharto mengambil alih kekuasaan dan memimpin rezim Orde Baru yang berlangsung selama hampir tiga dekade. Selama masa ini, PKI menjadi tabu dan dilarang dalam ruang publik, dan pengaruh komunis dihapus dari pemerintahan dan masyarakat.