Karena itulah pasukan sekutu kemudian bukan hanya membebaskan para bekas tawanan perang Eropa, sekutu juga mempersenjatai mereka dengan maksud ingin menduduki Magelang. Hal tersebut mengakibatkan terjadi insiden di Magelang tanggal 26 Oktober 1945 yang memuncak dengan terjadinya pertempuran antara pasukan sekutu atau Inggris melawan pasukan TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol M. Sarbini. Namun insiden berhasil diredakan saat Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell dari Sekutu mendatangi Magelang tanggal 2 November 1945.
Setelah mengadakan perundingan gencatan senjata, mereka berhasil mencapai kata sepakat dan menuangkannya dalam 12 pasal. Berikut beberapa diantaranya:
- Pihak sekutu beserta para pasukan akan tetap ditempatkan di Magelang untuk melindungi serta mengurus evakuasi pasukan sekutu yang ditawan pasukan Jepang.
- Gencatan senjata harus segera dilakukan kedua belah pihak.
- Red Cross atau Palang Merah menjadi bagian pasukan Inggris.
- Harus ada pembatasan jumlah pasukan sekutu sesuai dengan tugas mereka.
- Pihak sekutu tidak boleh mengakui aktivitas NICA beserta badan di bawahnya.
- Jalan Raya Ambarawa sampai Magelang harus terbuka untuk dijadikan jalur lalu lintas Indonesia dan sekutu.
- Badan penghubung di Semarang, Ambarawa dan Magelang akan dibentuk guna mengatasi berbagai kesulitan yang mungkin timbul.
Berita mengenai adanya agresi militer di Surabaya tanggal 10 November 1945 serta insiden tembak menembak yang menewaskan tiga perwira Inggris di Jawa Tengah menyebabkan Brigadir Bethell menyalahkan Indonesia dan berlanjut dengan perintah penangkapan Gubernur Wongsonegoro di tanggal 18 November 1945.
Kemudian pihak sekutu tidak menepati kesepakatan tersebut bahkan menggunakan perjanjian untuk memperkuat posisi mereka dan mendatangkan bala bantuan hingga akhirnya tanggal 20 November 1945 perang Ambarawa pun tidak terhindarkan yaitu dengan terjadinya pertempuran antara TKR pimpinan Mayor Sumarto melawan pihak sekutu dari Inggris.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan sekutu di Magelang mundur ke Ambarawa dengan perlindungan pesawat tempur dan perang Ambarawa berlanjut dengan berkobarnya pertempuran dalam kota tanggal 22 November 1945 diiringi dengan gencarnya serangan pasukan Inggris di perkampungan sekitar Ambarawa.
Dengan bantuan tiga Batalyon dari Yogyakarta, yaitu Batalyon Sugeng, Batalyon 10 pimpinan Mayor Soeharto dan Batalyon 8 pimpinan Mayor Sardjono, Batalyon Imam Androngi berhasil mengepung pasukan sekutu namun mereka berusaha bertahan memakai berbagai alat berat seperti tank dari arah belakang.