Wednesday, November 20, 2024
HomeBlog MiliterSejarahSejarah Perang Padri, Salah Satu Perang Saudara di Indonesia

Sejarah Perang Padri, Salah Satu Perang Saudara di Indonesia

Sejarah Perang Padri, Salah Satu Perang Saudara di Indonesia – HobbyMiliter.com – Perang Padri terjadi di Sumatera Barat terutama kawasan Kerajaan Pagaruyung dan berlangsung sejak tahun 1803 sampai 1838. Awal mula perang Padri sendiri adalah akibat adanya pertentangan masalah agama sebelum kemudian berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.

Sejarah Perang Padri

Sejarah Perang Padri berawal dari pertentangan Kaum Padri terhadap berbagai kebiasaan Kaum Adat seperti perjudian, pemakaian madat, minuman keras, sirih, tembakau, penyabungan ayam dan lainnya yang dianggap bertentangan dengan agama Islam di kawasan Kerajaan Pagaruyung. 

Perang Padri Jilid Pertama

Pertentangan kelompok ulama tersebut terjadi saat Haji Miskin, Haji Sumanik serta Haji Piobang pulang dari Mekkah dan berniat memperbaiki syariat Islam yang belum dijalankan masyarakat Minangkabau dengan sempurna. Hal tersebut kemudian didukung Tuanku Nan Renceh bersama para ulama lain di Minangkabau yang tergabung dalam Harimau Nan Salapan yang kemudian meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung meninggalkan berbagai kebiasaan buruk tersebut.

BACA JUGA :  Ciri-Ciri Sejarah Sebagai Ilmu

Kaum Padri semakin murka saat tidak tercapainya kesepakatan dengan Kaum Adat yang juga pemeluk agama Islam saat diminta meninggalkan berbagai kebiasaan buruk tersebut. Karena itulah Perang Padri kemudian pecah di tahun 1803 dan puncaknya pada tahun 1815 saat Kaum Padri pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung. Hal tersebut mendorong Sultan Arifin Muningsyah mundur dan melarikan diri dari ibukota kerajaan. 

Akibat mulai terdesak serta ditambah dengan kenyataan keberadaan Yang Dipertuan Pagaruyung yang tidak jelas, Kaum Adat pun di bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar mewakili Kerajaan Pagaruyung tanggal 21 Februari 1821 meminta bantuan pihak Belanda yang di kemudian hari malah semakin memperumit keadaan. Menyadari hal tersebut, Kaum Adat memutuskan untuk berbalik melawan Belanda dan bergabung dengan Kaum Padri sejak tahun 1833, walaupun pada akhirnya Perang Padri ini dimenangkan Belanda.

BACA JUGA :  Mengenang TT-5007 yang Malang

Perjanjian Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sesungguhnya tidak layak mewakili Kerajaan Pagaruyung dengan Belanda membuat Belanda menganggapnya sebagai tanda penyerahan Kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda dan mengangkat Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai Regent Tanah Datar.

Perang Padri yang terus berlangsung dengan sengit antara Kaum Padri dan Belanda mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan, termasuk Kapten Goffinet, Letnan Kolonel Raaff dan Mayor Frans Laemlin dari pihak Belanda dan Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah selaku raja Minangkabau terakhir.

Perlawanan tangguh Kaum Padri memaksa Belanda mengajak Kaum Padri pimpinan Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai lewat maklumat Perjanjian Masang tanggal 15 November 1825. Tuanku Imam Bonjol berupaya untuk memulihkan kekuatan serta merangkul kembali Kaum Adat selama periode gencatan senjata tersebut. Upayanya tersebut berbuah hasil saat muncul kompromi yang dikenal dengan sebutan Plakat Puncak Pato di Bukit Marapalam yang kemudian mewujudkan konsensus bersama Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang memiliki arti adat Minangkabau berlandaskan agama Islam, sementara agama Islam berlandaskan Al-Quran.

BACA JUGA :  Sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Agraris Di Pulau Jawa

Bernama asli Muhammad Shahab, Tuanku Imam Bonjol ditunjuk menjadi Imam di Bonjol oleh Tuanku Nan Renceh. Setelah Tuanku Nan Renceh meninggal dunia, Tuanku Imam Bonjol pun dipilih menjadi pemimpin sekaligus panglima Perang Padri.

Perang Padri Jilid Dua

Setelah Perang Diponegoro berakhir yang kemudian disusul dengan pulihnya kekuasaan Belanda di Jawa, Belanda yang berniat menguasai penanaman kopi yang sedang meluas di pedalaman Minangkabau memutuskan untuk menundukkan Kaum Padri kembali.

Belanda pun melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan Kaum Padri sebelumnya dan melakukan penyerangan ke nagari Pandai Sikek yang merupakan kawasan produksi mesiu dan senjata api. Demi memperkuat kedudukannya di sana, Belanda membangun benteng Fort de Kock di Bukittinggi.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

49-iran-pamerkan-sistem-pertahanan-rudal-s-300

Iran Pamerkan Sistem Pertahanan Rudal S-300 Buatan Rusia

0
Hobbymiliter.com - Untuk pertama kalinya, Iran mengizinkan media untuk merekam sistem pertahanan rudal S-300 PMU2 yang sudah mereka pesan dari Rusia. Mobilisasi dan penempatan...