Pada Januari 1946, pemerintah Indonesia mengganti nama Angkatan Perang sebanyak dua kali, yaitu Tentara Keamanan Rakyat atau TKR dan Tentara Republik Indonesia atau TRI yang disertai pembentukan resmi angkatan laut dan angkatan udara. Sementara pusat pemerintahan yang tadinya di Jakarta di bawah kontrol Belanda dipindah ke Yogyakarta.
Saat dilakukan reorganisasi serta perluasan militer, pada tanggal 25 Mei Sudirman dikukuhkan kembali sebagai panglima besar. Sudirman pun bersumpah untuk melindungi Republik Indonesia sampai titik darah penghabisan dalam upacara pengangkatannya tersebut. Karena itulah saat ada rumor dirinya mempersiapkan kudeta, Sudirman pada bulan Juli mengkonfirmasi rumor ini lewat pidato yang disiarkan Radio Republik Indonesia atau RRI dan menyatakan dirinya sebagai abdi negara seperti semua rakyat Indonesia dan akan menolak kalau ditawarkan jabatan presiden. Selain itu di kemudian hari, Sudirman mengatakan bahwa militer tidak memiliki tempat dalam politik, begitu pula sebaliknya.
Keputusan Presiden No 1 Tahun 1948 yang dikeluarkan tanggal 2 Januari 1948 menyatakan bahwa pimpinan TNI dipecah menjadi Staf Umum Angkatan Perang yang dimasukkan ke Kementerian Pertahanan dengan pimpinan Kepala Staf Angkatan Perang atau KASAP dan Markas Besar Pertempuran yang dipimpin Panglima Besar Angkatan Perang Mobil. Tugas Staf Umum Angkatan Perang adalah sebagai perencana taktik dan siasat yang berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan sedangkan Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil bertugas sebagai pelaksana taktis operasional. Saat itu Presiden Soekarno mengangkat Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dan Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil.
Awal Agustus 1948, Sudirman yang tidak yakin Belanda akan patuh terhadap Perjanjian Roem-Royen meminta Presiden Soekarno untuk melanjutkan perang gerilya namun ditolak. Penolakan tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi Sudirman yang kemudian menyalahkan ketidakkonsistenan pemerintah sebagai penyebab penyakit tuberkulosis yang dideritanya serta kematian Oerip.
Walau sempat mengancam akan mengundurkan diri, Sudirman membatalkannya karena takut akan menimbulkan ketidakstabilan. Maka Sudirman pun memutuskan tetap menjabat dan memberlakukan gencatan senjata di seluruh Jawa pada tanggal 11 Agustus 1949.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia tanggal 27 Desember 1949, Sudirman pun tetap diangkat sebagai Panglima Besar TNI di Republik Indonesia Serikat walau menderita TBC. setelah sekian lama berjuang melawan TBC yang dideritanya, Sudirman wafat pada tanggal 29 Januari 1950 pukul 18:30 di Magelang.
Jenazah Sudirman kemudian disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman dan dilakukan upacara pemakaman yang diakhiri dengan prosesi hormat 24 senjata. Setelah itu jenazah Sudirman dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki di sebelah makam Oerip. Pemerintah pusat Indonesia memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung serta mempromosikan Sudirman menjadi jenderal penuh.
Buku biografi Memoar Jenderal Sudirman diterbitkan pada tahun yang sama dengan kematiannya, sementara rangkaian berbagai pidatonya diterbitkan pada tahun 1970. Pemerintah RI pun memberikan macam-macam tanda kehormatan dengan cara anumerta, seperti Bintang Sakti, Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Pratama, Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Republik Indonesia Adipurna serta Bintang Republik Indonesia Adipradana.
Selain itu bentuk penghargaan lainnya dari pemerintah Indonesia adalah dengan penetapan Sudirman dan juga Oerip sebagai Pahlawan Nasional Indonesia lewat Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964 yang dikeluarkan pada tanggal 10 Desember 1964 dan dipromosikannya Sudirman sebagai Jenderal Besar di tahun 1997 serta ditampilkannya gambar Sudirman di seri uang kertas rupiah terbitan 1968.
Selain buku biografi, banyak juga museum yang didedikasikan bagi Jenderal Sudirman, seperti Museum Soedirman yang merupakan rumah masa kecilnya di Purbalingga, Museum Sasmitaloka Jenderal Soedirman yang merupakan rumah dinasnya di Yogyakarta, Museum Soedirman yang merupakan rumah kelahirannya di Magelang, Museum Yogya Kembali di Yogyakarta, Museum Satria Mandala di Jakarta yang menyediakan ruangan khusus didedikasikan baginya. Tidak lupa juga penghargaan berupa pemberian nama jalan sesuai namanya yang dimiliki hampir tiap kota di Indonesia menurut McGregor, seperti salah satu jalan utama di Jakarta. Selain itu juga pendirian beberapa patung dan monumen yang didedikasikan bagi Sudirman serta Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto yang didirikan tahun 1963.
Sekian paparan singkat terkait biografi Jenderal Sudirman, semoga jasa-jasa serta perjuangan beliau senantiasa dikenang dan dihargai oleh generasi penerus bangsa Indonesia.