Kedua, mengapa penulis melirik modifikasi T-62 Aljazair untuk diangkat ke situs ini adalah karena dari hasil penelusuran penulis, ditemukan fakta bahwa sebelumnya, Aljazair telah lebih dahulu mengadopsi sistem kubah senjata jenis Berezhok buatan Russia ini ke armada kendaraan tempur BMP-2 nya. Ini artinya, Aljazair juga mempertimbangkan aspek kesamaan logistik dalam upaya modernisasi armada tank T-62 yang dimilikinya. Perlu diingat, sistem senjata kanon otomatis laras ganda yang terpasang pada kendaraan tempur FSV jenis BMPT Terminator yang dimiliki oleh Aljazair juga menggunakan sistem kanon otomatis jenis 2A42 kaliber 30 milimeter. Artinya, Angkatan Darat (AD) Aljazair hanya perlu merawat satu jenis sistem senjata berbasis meriam otomatis kaliber 30 milimeter untuk tiga jenis kendaraan tempur sekaligus yakni BMP-2, T-62 yang telah dimodifikasi, dan BMPT Terminator. Mungkin sebagian dari antara anda para antusias militer, lebih mengenal aspek ini dengan sebutan Commonality. Digunakannya sistem senjata berbasis meriam otomatis kaliber 30 milimeter jenis 2A42 tersebut bagi tiga jenis kendaraan tempur milik Angkatan Darat Aljazair itu akan memudahkan Aljazair dalam urusan perawatan dan penyediaan munisi serta suku cadang bagi meriam otomatis kaliber 30 milimeter tersebut.
Ketiga, mengapa penulis melirik modifikasi T-62 milik Aljazair untuk diangkat ke situs ini adalah karena penulis melihat ada skema yang unik dibalik upaya modifikasi armada tank tempur T-62 milik AD Aljazair menjadi kendaraan tempur jenis FSV. Proses pemasangan sistem kubah lapis baja tambahan dan sistem kubah senjata jenis Berezhok dilakukan di dalam negeri Aljazair. Hal ini menurut penulis cukup unik karena seperti saat melakukan upgrade terhadap armada BMP-2 yang dimilikinya, Aljazair melakukannya di dalam negeri. Pemasangan sistem kubah senjata Berezhok dilakukan di Central Logistics Base yang berada di kota Blida, yang berada di wilayah Barat daya Aljazair. Kemampuan upgrade kendaraan tempur yang dapat dilakukan di dalam negeri memberikan Aljazair kemandirian bagi industri pertahanan dalam negerinya. Aljazair memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang berharga dalam hal integrasi sistem kubah senjata dan juga modifikasi sistem kubah senjata dengan membuat kubah tambahan lapis baja guna menyesuaikan diameter ring turret seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya.
Akhirnya, bagi penulis, banyak pelajaran berharga yang mungkin dapat diperoleh militer Indonesia dari artikel ini. Pertama, betapa jumlah alutsista yang begitu besar dibutuhkan untuk menjaga wilayah kedaulatan NKRI, baik itu di darat, udara, maupun laut. Kedua, menurut penulis, penting bagi militer Indonesia, khususnya Angkatan Darat dan Korps Marinir untuk mempelajari lebih dalam konsep penggelaran bersama alutsista unsur kavaleri dalam hal ini tank tempur utama dengan alutsista kendaraan tempur bantuan tembakan infanteri atau FSV agar dapat semakin beradaptasi dengan konsep peperangan modern yang bisa jadi melibatkan pertempuran kota atau gerak maju bersama unsur kavaleri dan infanteri dalam menghadapi perkubuan lawan. Ketiga, tentu saja menurut penulis dari artikel ini kita bisa melihat penting dan vitalnya peranan industri pertahanan dalam negeri dalam mendukung upaya modernisasi alutsista yang dimiliki oleh suatu negara. Kita punya PT Pindad yang telah berpengalaman dalam produksi ranpur Panser Anoa, Medium Tank Harimau, FSV Badak, dan rantis Komodo. PT Pindad juga berpengalaman dalam melakukan integrasi sistem senjata berbasis kubah meriam pada produknya yakni FSV Badak dan Medium Tank Harimau. Mungkin, kita bisa memanfaatkan kemampuan PT Pindad tersebut untuk pengembangan maupun produksi kendaraan FSV buatan dalam negeri yang lebih baik lagi dari FSV Badak, yang telah dibeli oleh Kementerian Pertahanan sebanyak 18 unit untuk memperkuat TNI Angkatan Darat pada beberapa waktu silam.