Tujuan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah tersebut hampir serupa dengan DI/TII Jawa Barat, yaitu mengatasi pengaruh komunis dan sosialisme yang semakin luas serta mendirikan negara berdasarkan syariat Islam atau Negara Islam Indonesia.
Penumpasan DI/TII di Jawa Tengah
Penumpasan DI/TII di Jawa Tengah ini dilakukan dengan dilancarkannya operasi untuk mengatasi konsentrasi pasukan DI/TII di Pengarasan dan Tembangrejo yang menyebabkan melemahnya kekuatan DI/TII.
Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan komando tempur khusus yang diberi nama Banteng Raiders pada tahun 1950 oleh Tentara Nasional Indonesia atau TNI dengan operasi penumpasan yang disebut Gerakan Benteng Negara atau GBN yang dilakukan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini yang kemudian digantikan Letnan Kolonel Bachrun serta Letnan Kolonel Ahmad Yani menggantikan Letkol Bachrun.
Tujuan utama GBN adalah untuk memisahkan DI Jawa Tengah dengan DI Jawa Barat, dan dalam pelaksanaannya tersebut banyak tokoh DI yang terbunuh. Pimpinan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, Amir Fatah pun akhirnya tertangkap saat melakukan perjalanan ke Jawa Barat untuk menggabungkan diri dengan Kartosuwiryo tanggal 22 Desember 1950. Dengan tertangkapnya Amir Fatah tersebut, maka pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah akhirnya berhasil ditumpas.
Tokoh-tokoh DI/TII
Seperti dibahas sebelumnya pemberontakan DI/TII yang diawali oleh Kartosuwiryo tahun 1948 kemudian diikuti berbagai daerah di seluruh wilayah NKRI. Berikut beberapa tokoh DI/TII tersebut:
- Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo selaku pimpinan DI/TII di Jawa Barat.
Diawali dari penolakan atas Perjanjian Renville yang menyerahkan kekuasaan di Jawa Barat kepada Belanda, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat tidak berhenti setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. DI/TII berusaha mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara berdasarkan pada ajaran agama Islam. - Amir Fatah selaku pimpinan DI/TII di Jawa Tengah.
- Daud Beureueh selaku pimpinan DI/TII di Aceh.
Diawali dengan kekecewaan atas dihapusnya provinsi Aceh, pemberontakan ini berakhir tahun 1959 setelah melewati berbagai diplomasi yang akhirnya mencapai kesepakatan damai dimana provinsi Aceh kembali didirikan. - Ibnu Hajar selaku pimpinan DI/TII di Kalimantan Selatan.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan di bawah pimpinan Ibnu Hajar berakhir tahun 1959 setelah pimpinannya beserta semua anggotanya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. - Kahar Muzakar selaku pimpinan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Diawali dari ditolaknya tuntutan Kahar Muzakar agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan serta kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin dengan dirinya sebagai pemimpin. Pemberontakan DI/TII di daerah ini berakhir saat pimpinan mereka, Kahar Muzakar, ditembak mati tahun 1965.
Penumpasan DI/TII awalnya diupayakan pemerintah secara damai dengan pembentukan komite yang dipimpin Moh. Natsir, namun tidak berhasil meraih kesepakatan. Maka, pemerintah memutuskan untuk menempuh cara militer dengan menjalankan operasi militer bernama Operasi Bharatayudha.
Operasi ini melancarkan serangan dengan taktik Pagar Betis yang melibatkan pasukan TNI beserta rakyat yang bertujuan mempersempit gerakan DI/TII. Pada akhirnya tanggal 4 Juni 1962 berhasil menangkap Kartosuwiryo di Gunung Salak Majalaya.
Pemberontakan DI/TII berakhir saat Kartosuwiryo selaku pelopor serta pemimpin pemberontakan DI/TII dieksekusi pada tahun 1962 yang mengakibatkan kegiatan Negara Islam Indonesia atau NII menjadi terbelah. Akan tetapi walau sudah terbelah, gerakan tersebut tetap beroperasi secara diam-diam karena dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
Pemberontakan DI/TII awalnya sulit dipadamkan karena semangat jihad sebagian umat Muslim Indonesia, letak geografis wilayah NKRI yang mendukung gerakan gerilya, fokus TNI yang terpecah untuk menghadapi Belanda dan juga karena sebagian rakyat bersimpati terhadap perjuangan yang dilakukan Kartosuwiryo.