Sayangnya, Silas sempat menjalani hukuman penjara pada tahun yang sama (1962) selama satu tahun dan dibebaskan pada 1963 untuk kemudian kembali memperjuangkan hak – hak warga masyarakat Papua Barat melalui keikutsertaannya di pemerintah pusat RI. Pada tahun 1966, ia dan anggota parlemen lain yang juga merupakan perwakilan dari provinsi Papua menyerukan kritik terhadap pemerintah pusat yang dianggap mengabaikan daerah Papua dan mendesak PBB untuk segera menggelar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Akhir Hidup Dan Penghormatan
Beliau meninggal pada tanggal 7 Maret 1979 (berdasarkan kutipan informasi dari buku Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare terbitan Depdikbud 1997, ditambah bukti lampiran tulisan memoir karya Adam Malik Wakil Presiden RI saat itu yang berjudul “IN MEMORIAN – SDR. SILAS PAPARE”) pada usia 61 tahun, di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Serui, kota kelahirannya di Papua.
Untuk menghormati jasa-jasa selama hidupnya untuk negara Republik Indonesia, pemerintah Republik Indonesia resmi memberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Silas Papare pada tahun 1993. Nama Silas Papare kemudian diabadikan sebagai nama salah satu kapal perang Republik Indonesia (KRI) dari jenis Korvet kelas Parchim yakni KRI Silas Papare dengan nomor lambung 386. Selain menjadi nama KRI, di tubuh militer Indonesia nama Silas Papare juga diabadikan sebagai nama pangkalan TNI Angkatan Udara di Jayapura.