Keresahan sebagai seorang pribumi yang merasakan ketidakadilan di bawah “kaki” kolonial, membuatnya terjun dalam bidang politik. Moeis lalu masuk organisasi SI (Sarekat Islam) pada 1913, sebelumnya nama Moeis naik daun saat artikel-artikelnya yang mengecam pemerintah kolonial yang merendahkan kaum pribumi sering dimuat De Express milik IP (Indische Partij). Moeis ikut mengurusi surat kabar Oetoesan Hindia milik SI pada 1915 dan ikut pula mendirikan surat kabar harian Kaoem Moeda di Bandung.
Pengalaman dalam media semakin banyak dan ia juga semakin kritis saat bergabung dalam surat kabar Neratja, ia semakin lantang menyerukan kemerdekaan bangsa pribumi. Moeis semakin radikal. Kepada anggota sarekat, ia selalu menanamkan semangat perjuangan melawan pemerintah kolonial. Ketika kongres Sarekat Islam diadakan pada 1916, ia menganjurkan agar Sarekat Islam (SI) bersiap-siap menempuh cara kekerasan menghadapi pemerintah apabila cara lunak tidak berhasil.
Abdoel Moeis juga ikut terlibat dalam Komite Boemi Poetra untuk mengadakan perlawanan terhadap maksud pemerintah kolonial yang akan mengadakan perayaan besar-besaran 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda dari Prancis. Melalui komite ini juga, Moeis turut mendesak Ratu Belanda agar memberikan kebebasan bagi bangsa pribumi dalam berpolitik dan bernegara.
Pada 1917, Moeis dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam untuk pergi ke negeri Belanda mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan THS (Technische Hooge School) di Priangan. Sekembalinya dari negeri Belanda, pada 1918, Abdoel Moeis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam.