Selain itu, untuk mendirikan pusat perawatan airframe dan pusat perawatan mesin pesawat tempur ini juga dibutuhkan biaya pembelian tools dan dan belanja modal berupa sparepart. Maklum saja, kita belum pernah mengoperasikan pesawat tempur buatan Perancis. Tentu saja teknologinya berbeda dengan mesin buatan Amerika, Inggris ataupun Rusia.
Belum lagi anggaran yang harus disiapkan untuk pembangunan infrastruktur pembentukan skadron Mirage 2000 TNI AU yang baru. Infrastruktur tersebut dapat berupa pembangunan hangar, shelter, apron, gudang senjata, engine test cell, asrama prajurit, dan sebagainya.
Terakhir harus adanya anggaran biaya untuk pelatihan awal dan sertifikasi para pilot dan teknisi agar bisa menghandle Mirage 2000 TNI AU tersebut. Tampaknya biaya biaya yang otomatis timbul ini yang akhirnya menjadikan Kementerian Pertahanan Indonesia mundur teratur dari tawaran ini. Agar jangan sampai nasibnya seperti hibah SIAI/Marchetti SF260 yang juga pada akhirnya pensiun karena konon tidak mendapatkan jatah anggaran dana perawatan.
Dassault Mirage 2000 sendiri merupakan pesawat tempur multirole dari Perancis. Pesawat cantik ini dikembangkan di era 70-an oleh Dassault Aviation untuk menggantikan Mirage III series andalan Tanguy et Laverdure. Saat ini, populasinya di dunia mencapai 600an pesawat tempur yang beroperasi di 9 negara.
Pesawat tempur buatan Perancis ini mempunyai panjang 14,36 meter, rentang sayap 9,13 meter, dan tinggi 5,2 meter. Mirage 2000 ini dibekali dengan mesin buatan dalam negeri Perancis SNECMA M53-P2 afterburning turbofan engine. Mesin tersebut dapat mendorong pesawat hingga 2,2 Mach alias 2.336 kilometer per jam. Jarak jangkaunya 3300 Kilometer dan radius tempurnya 1500 Kilometer. Tentu bisa diperpanjang dengan droptank dan air refueling. Kebetulan, sistem air refuelingnya cocok dengan tanker C-130B yang kita punya. Selama pilot kuat, bisa terbang dari Sabang sampai Merauke.