Wednesday, December 4, 2024
HomeAlutsistaDrone UAVSelayang Pandang Armada Pesawat Tanpa Awak China Di Laut China Selatan

Selayang Pandang Armada Pesawat Tanpa Awak China Di Laut China Selatan

Jarak jangkau maksimal sejauh 2.400 kilometer yang dapat ditempuh oleh sistem UAV BZK-005 tentu harus menjadi perhatian utama dari negara-negara yang sedang bersengketa dengan China di wilayah Laut China Selatan, dan Indonesia juga harus mulai memperhatikan potensi ancaman dari unsur UAV ini.

Jika UAV ini diluncurkan dari salah satu landasan yang ada di empat pulau artifisial milik China di wilayah sengketa di Laut China Selatan, dapat dipastikan UAV ini mampu untuk memasuki wilayah kedaulatan ruang udara NKRI. Akan sulit bagi pasukan penjaga pos pengamanan perbatasan (Pos Pamtas) dan pulau terluar (Puter) untuk mengidentifikasi kehadiran sistem pesawat tanpa awak ini karena ketinggian jelajahnya yang cukup tinggi yakni 26.247 kaki diatas permukaan laut.

Sejauh ini, sistem UAV BZK-005 sempat terlihat menggunakan fasilitas landas pacu atau runway di pangkalan udara Lingshui Air Base di wilayah pulau Hainan, serta di landas pacu pangkalan udara di pulau buatan Woody Island yang berada di wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan. Meski demikian, perlu diwaspadai adanya kemungkinan militer China menempatkan secara permanen sistem UAV ini di seluruh pulau buatan yang dibuat oleh China di wilayah perairan Laut China Selatan yang disengketakan China dan beberapa negara ASEAN.

Sebagai gambaran singkat, sebuah “demonstrasi” kemampuan sistem UAV BZK-005 ini pernah dilakukan dengan menerbangkan satu unit UAV BZK-005 dari wilayah daratan China menuju ke wilayah ruang udara Jepang pada suatu hari di bulan September tahun 2013 silam. Jepang, yang sejak lama telah memiliki sistem radar penjejak dan pengawas wilayah ruang udaranya, mampu mendeteksi kehadiran pesawat tak dikenal tersebut, yang tak lain adalah sistem UAV BZK-005.

Setelah berhasil mendeteksi masuknya “penyusup” tersebut, beberapa unit pesawat jet tempur F-15 J dikerahkan untuk menghadang pesawat tanpa awak tersebut. Meski kemudian UAV ini kembali terbang menuju ruang udara internasional untuk kemudian kembali mengarah ke wilayah ruang udara China, pesan yang jelas dapat disampaikan kepada Jepang dan AS saat itu bahwa China mulai mengejar ketertinggalannya dari Jepang dan AS pada segi teknologi pesawat tanpa awak. Indonesia sendiri telah menyatakan minatnya pada sistem pesawat tanpa awak BZK-005 yang rencananya akan dibeli melalui maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.

BACA JUGA :  Disanksi PBB, Kim Jong-Un Perintahkan Siaga Satu Alutsista
Selayang Pandang Armada Pesawat Tanpa Awak China Di Laut China Selatan GJ-1
Selayang Pandang Armada Pesawat Tanpa Awak China Di Laut China Selatan. Sistem UAV Gongji GJ-1 Dipotret Dalam Acara Zhuhai Airshow Tampak Membawa Persenjataan Berupa Rudal AKD-10.
Sumber : pinterest

Gongji GJ-1, Tukang Pukul Tanpa Awak Di Laut China Selatan

Drone atau sistem UAV terakhir yang akan dibahas penulis pada artikel kali ini adalah Gongji GJ-1. GJ-1 merupakan sistem UAV dengan kemampuan tempur, sehingga masuk dalam golongan UCAV atau Unmanned Combat Aerial Vehicle.

Dipersenjatai dengan beragam jenis munisi, GJ-1 layak mendapat julukan sebagai “Tukang Pukul” tanpa awak. Masuk dalam golongan Medium Altitude Long Endurance atau MALE-UCAV sama seperti BZK-005, GJ-1 menawarkan solusi aman dan “murah” bagi militer China untuk melakukan penghadangan represif terhadap kemungkinan ancaman yang dapat ditimbulkan oleh unsur kekuatan tempur milik negara lain yang bersengketa dengannya di wilayah perairan Laut China Selatan.

GJ-1 merupakan sistem pesawat tanpa awak yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Design and Research Institute yang kemudian diproduksi oleh Chengdu Aircraft Industry Group atau CAIG yang merupakan anak perusahaan dari AVIC. GJ-1 di khalayak umum lebih dikenal dengan nama Pterodactyl – I atau Wing Loong I.

GJ-1 diperlengkapi dengan sistem penjejak infra merah, radar SAR atau Synthetic Aperture Radar, serta perangkat komunikasi satelit yang memungkinkannya mengirimkan data yang didapat dalam penerbangan secara real time. Selain sederet sensor dan peralatan komunikasi, GJ-1 juga dapat dipersenjatai dengan serangkaian munisi diantaranya rudal udara ke permukaan AKD-10 (varian dari rudal anti-tank HJ-10), BRMI-90 (roket berpandu kaliber 90mm), Glide Bomb FT-7/130, FT-9/50, FT-10/25, GB-7/50, dan GB-4/100.

BACA JUGA :  Penampakan P-3 Orion di Hang Nadim

GJ-1 mampu terbang hingga ketinggian 16.404 kaki atau setara 5 kilometer, menjelajah hingga 4.000 kilometer jauhnya, serta dapat terbang di udara selama 20 jam. Sistem pesawat tanpa awak tersebut dapat benar – benar melaksanakan tugasnya sebagai “tukang pukul” berkat bantuan sistem komunikasi berbasis satelit yang memungkinkannya mengirimkan transmisi data ke pusat kendali atau Ground Control Unit dalam kondisi real time.

Sederet kemampuan operasional dan kemampuan tempur yang dimiliki unit sistem pesawat tanpa awak besutan CAIG ini merupakan ancaman nyata yang harus diwaspadai oleh negara – negara yang bersengketa dengan China di Laut China Selatan. Pengerahan unit – unit UAV GJ-1 yang diterbangkan dari daratan China dapat menjangkau hampir keseluruhan wilayah udara diatas Laut China Selatan yang disengketakan.

Secara sederhana penulis dapat memberikan sedikit gambaran tentang operasional GJ-1 yang dapat mempegaruhi pergerakan armada negara – negara sekitar yang sedang bersengketa di Laut China Selatan. Pengerahan GJ-1 bersama dengan BZK-005 dapat menciptakan kondisi dimana pihak militer China nyaris tidak perlu mengerahkan sistem persenjataan kelas berat lainnya untuk menghadang gerak maju armada negara – negara lain yang bersengketa dengan mereka di Laut China Selatan, BZK-005 dapat menjadi mata bagi GJ-1 sementara GJ-1 dapat memberi pukulan telak terhadap armada kapal – kapal penjaga pantai ataupun kapal patroli milik angkatan laut negara – negara yang bersengketa dengan China di wilayah perairan Laut China Selatan. Indonesia sendiri telah menyatakan minatnya terhadap sistem pesawat tanpa awak GJ-1 varian ekspor yakni Wing Loong I.

Claim On South China Sea
Selayang Pandang Armada Pesawat Tanpa Awak China Di Laut China Selatan. Infografis Klaim Sepihak China Atas Wilayah Perairan Laut China Selatan.
Sumber : BBC

Penutup

Potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh kekuatan armada pesawat tanpa awak milik China di wilayah udara serta perairan Laut China Selatan bukan hanya isapan jempol semata. Indonesia sebagai salah satu negara yang juga berbatasan dengan wilayah perairan Laut China Selatan dan yang juga terlibat secara tidak langsung dalam sengketa wilayah perairan di Laut China Selatan dengan masuknya sebagian wilayah Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE perairan Natuna Utara dalam klaim sepihak oleh China sudah sepatutnya waspada. Diperlukan adanya mitigasi atau pemetaan skala prioritas dan intensitas ancaman untuk kemudian dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan menyikapi adanya ancaman tersebut.

BACA JUGA :  C-390M Millennium Dipilih Belanda Gantikan C-130 Hercules

Selain mitigasi atau pemetaan ancaman yang baik dan benar, diperlukan juga perkuatan untuk mengawasi pergerakan potensi ancaman berupa sistem pesawat tanpa awak tersebut. Perkuatan dapat dilakukan di wilayah kepulauan Natuna dengan menempatkan unsur – unsur berupa sistem radar dan bila perlu satu atau dua flight (Sekitar 4 hingga 8 unit) pesawat tempur TNI AU yang selalu bersiaga agar ketika potensi ancaman terdeteksi bergerak menuju wilayah ruang udara NKRI dapat dilakukan penghadangan, penyergapan dan bila perlu tindakan represif dengan menembak jatuh apabila potensi ancaman berupa sistem UAV tersebut dirasa cukup membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di tingkatan masyarakat umum, khususnya warga masyarakat yang awam, perlu dilakukan adanya kegiatan berupa edukasi terkait potensi ancaman. Diskusi – diskusi terbuka tentang pentingnya potensi UAV jika dimanfaatkan dengan baik dan juga berbahayanya UAV jika digunakan oleh pihak yang berpotensi mengganggu kedaulatan NKRI juga perlu digalakkan. Akses edukatif berupa tulisan dan gambar yang sekiranya mampu memberikan informasi dan gambaran umum potensial ancaman berupa sistem UAV yang dihadapi juga perlu dibuka kepada masyarakat.

Pentingnya edukasi kepada masyarakat akan sangat membantu para prajurit di lapangan yang dapat memperoleh informasi dari warga apabila warga masyarakat melihat adanya pergerakan potensi ancaman berupa sistem UAV diatas wilayah udara RI.

Sudah saatnya pemerintah mulai mempertimbangkan untuk menghadapi potensi ancaman dari armada pesawat tanpa awak milik militer China di Laut China Selatan.

Kristian Prasetyo Lobo
Kristian Prasetyo Lobohttps://www.facebook.com/Achtung.sniper
Just an ordinary person who loves diecast and military related-stuffs. Enjoy my writings as you enjoy your daily delicious food. Wanna put some suggestion? Don't hesitate to comment on my posts or you can sending me message on my facebook profile. ^^

7 COMMENTS

    • walau KW hampir semua barang elektronik mereka punya dari modem usb sampai pesawat bahkan satelit, keunggulan mereka tidak dapat dianggap sebelah mata, sedangkan kita belum punya kemampuan yg demikian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Helikopter Bell 412 Penerbad melakukan latihan terbang kota dengan terbang rendah di sekitaran Bundaran Hotel Indonesia. Kegiatan ini sempat menghebohkan masyarakat karena dianggap tidak biasa.

Latihan Terbang Kota Penerbad

0
HobbyMiliter.com -  Helikopter Bell 412 Penerbad melakukan latihan terbang kota dengan terbang rendah di sekitaran Bundaran Hotel Indonesia. Kegiatan ini sempat menghebohkan masyarakat karena...