Yang menarik perhatian adalah, dimana sistem rudal pertahanan udara canggih S-300 buatan Rusia yang seharusnya menjaga ruang udara Suriah dari serangan Israel?
Pada tanggal 17 September 2018 malam hari, Israel menyerang target target Suriah di Latakia, Tartus dan Homs. Sebagai upaya pertahanan Suriah meluncurkan beberapa rudal pertahanan udara, yang sayangnya salah satunya justru menembak jatuh sebuah pesawat pengintai elektronik Ilyushin Il-20 milik angkatan bersenjata Rusia dan menyebabkan 15 personel militer Rusia tewas.
Rusia menyalahkan Israel atas kejadian ini dengan menyebut bahwa pesawat tempur Israel secara sengaja menempatkan Il-20 Rusia diantara F-16 dan rudal yang menguncinya, menyebabkan rudal S-200 yang diluncurkan Suriah salah sasaran.
Sebagai akibatnya, Rusia kemudian memutuskan untuk memberikan baterai rudal pertahanan udara canggih S-300 PMU-2 untuk memperkuat pertahanan udara Suriah. Sebelumnya sebetulnya Suriah di tahun 2013 sudah membeli dan membayar sistem S-300 ke Rusia. Namun karena didesak oleh Israel, akhirnya Rusia di tahun 2013 membatalkan kontrak penjualan S-300 ke Suriah tersebut. Rusia mengatakan bahwa sistem S-300 yang akan diberikan kepada Suriah lebih canggih dari pada yang dipesan Suriah di tahun 2013.
Secara teori diatas kertas, keberadaan rudal ini dalam inventori angkatan bersenjata Suriah bisa mengubah keadaan. Dengan dilengkapi rudal 48N6, sistem S300 Suriah dapat menembak jatuh pesawat dan rudal yang berada 200 kilometer dari posisinya. Radarnya dikatakan dapat mencapai wilayah utara Israel, sehingga setiap serangan Israel ke Suriah dapat dengan mudah dimonitor dan ditangkal. Netizen di Indonesia bahkan sesumbar bahwa begitu pesawat tempur Israel lepas landas dari pangkalan udara, langsung bisa ditembak jatuh oleh S-300.
Israel pun disinyalir tidak akan berani macam macam setelah S-300 datang ke Suriah. Rusia pun menepati janji, dari awal Oktober 2018 hingga pertengahan Oktober 2018 Rusia mulai mengirim bagian bagian dari S-300 dengan kargo udara. Setelah lengkap, personel Suriah pun dilatih mulai Oktober 2018 untuk menggunakan sistem baru ini.
Foto satelit di bulan Februari 2019 memperlihatkan bahwa tiga baterai S-300 di sekitar Masyaf sudah dalam kondisi operasional. Namun walaupun begitu, dalam kejadian serangan Israel ke Suriah pada tanggal 13 April 2019 tersebut, sistem rudal pertahanan S-300 Suriah malah diam, tidak bergeming sama sekali. Upaya pertahanan terhadap serangan udara Israel dilakukan oleh sistem rudal pertahanan udara jarak pendek buatan Rusia Pantsir dan Tor-M1.
Pemerintah Suriah melalui Kantor Beritanya menyatakan bahwa baterai S-300 belum siap operasional karena pelatihan personel yang akan mengawakinya belum selesai.
Hal ini menjadi pertanyaan banyak negara. Apakah S-300 begitu sulitnya dipelajari dan dioperasikan? Karena sebetulnya sistem S-300 sudah lengkap diantar ke Suriah bulan Oktober 2018 dan pelatihan kru juga dimulai di bulan Oktober 2018.
Pertama, saya sesungguh nya penggemar alutsista rusia, namun sesuai dengan artikel diatas, membuat saya sangsi pada kualitas kecanggihan tehnologi rusia.
1. Alasan alasan yg di katakatan bahwa S300 suriah belum siap, adalah upaya membalik fakta, dlmna sesungguhnya kamampuan tehnologi rusia tidak mampu mengimbangi tehnologi Israel.
2. Sejak Saya 300 berasa di suriah, kita belum pernah mendengar bahwa Semua 300 berhasil mengalahkan atau menembak rudal atau pesawat tempur Israel.