Montenegro, yang baru saja bergabung dengan NATO belum lama ini, masih memiliki segudang senjata senjata standar blok timur. Angkatan bersenjatanya yang kecil, isinya hanya 2000-an personel, masih berstandar blok timur. Alutsistanya antara lain misalnya rudal panggul anti pesawat Strela 2. Dan berbagai jenis senapan ringan dan berat.
Persoalan utamanya adalah perawatan alias maintenance. Seharusnya, maintenance tentu saja dilakukan oleh negara pembuatnya, dalam hal ini Rusia. Namun, tentu saja negara negara NATO enggan berhubungan dengan Rusia untuk urusan servis menservis alutsistanya ini. Solusinya, mencari pihak ke tiga yang dinilai mampu melakukan maintenance ini, walau mungkin tidak disetujui oleh Rusia.
Maka, munculah tawaran jasa dari negara negara seperti Ukraina (dimana kita juga menservice Mi-35 dan mesin Sukhoi kita, hingga menimbulkan protes dari Rusia), Israel (yang bahkan mampu mempercanggih MiG-21 jadul, dan negara negara yang masih mempunyai hubungan dengan Rusia seperti Belarus (kita juga menservis alutsista kita disini). Maklum, selain perkara keamanan alutsista, Rusia juga terkenal tidak konsisten mengenai harga layanan. Sesuatu yang bahkan dikeluhkan oleh pembeli terbesarnya: India.
Namun dalam kerangka NATO, masalah utama adalah interoperabilitas, dan makin hari, masalah interoperabilitas ini menjadi semakin buruk. Untuk alutsista asal Rusia yang merupakan warisan masa lalu, cepat atau lambat tentu saja harus diganti. Asal ada uangnya, menggantinya dengan standar barat bukanlah masalah. Yang menjadi masalah adalah pembelian alutsista baru asal Rusia seperti yang dilakukan oleh Turki dengan order S-400-nya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah sistem tersebut bisa bekerja sama dengan sistem existing NATO. Dan tambahan dengan adanya personel technical advisor asal Rusia yang pasti mendampingi implementasi dan operasional sistem tersebut, akan menjadi celah keamanan serius bagi upaya interoperability dengan sistem NATO existing.
Tentu saja bagi negara negara tertentu selalu ada celah mengakali penggunaan senjata asal Rusia di lingkungan NATO ini. Polandia dan Ceko misalnya, mereka melakukan modifikasi dan upgrade pada sistem senjata asal Rusia lalu memberikan nama baru pada barang lawas tapi baru tersebut. Hal ini mereka percaya bahwa mereka sudah bisa comply dengan aturan NATO walaupun masih menggunakan alutsista yang sebenarnya merupakan standar Rusia.
Polandia membeli lisensi MRO untuk MiG-29 nya dan lisensi untuk memproduksi spare part sendiri untuk MiG-29 tersebut. Polandia juga membeli lisensi produksi rudal anti pesawat Igla lalu menjualnya dengan nama GROM (yang juga dibeli oleh Indonesia). T-72 asal Rusia dimodernisasi kemudian dijual dengan nama PT-91 Twardy. Malaysia merupakan salah satu pengguna tank ini.
Rusia adalah salah satu negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia, di benua biru Eropa bisa jadi Rusia menjadi negara yang terkuat. Namun dalam urusan kapal induk, nampaknya Rusia sama sekali tak memiliki kemampuan untuk dibanggakan.
https://www.mastermilitery.com/2019/07/konsep-kapal-induk-terbaru-rusia-akan-Diungkap-di-Forum-Army-2019.html